Berita Wisata

Tambatan perahu nelayan di Muara Jangkuk dan Meninting sedang dipersiapkan

MATARAM – Pemkab Ampenan kembali dihadapkan pada persoalan tahunan yang melibatkan nelayan. Hal ini terkait dengan masalah penambatan kapal nelayan dari Ampenan yang biasa dilakukan di kawasan Pantai Senggigi di Lombok Barat.

Camat Ampenan Muzakkir Walad mengatakan, pemerintah kota Mataram sedang menyiapkan solusi untuk masalah tersebut. “Sipir sudah melakukan langkah-langkah persiapan untuk pengadaan sekop amfibi atau sekop apung. Ini untuk mengeruk pasir yang menghalangi nelayan berlabuh (ke arah muara). Alat ini akan digunakan untuk membuka mulut muara,” jelas Muzakkir.

Menurut camat, ekskavator amfibi tersebut akan dianggarkan sekitar Rp 6 miliar. Ini merupakan solusi yang disiapkan Pemkot untuk menghindari gesekan dari nelayan Ampenan yang tidak diperbolehkan menambatkan perahunya di kawasan pantai Senggigi.

“Kami sudah berusaha menyiapkan solusi, tetapi masalah ini tidak bisa didukung oleh camat dan pemerintah kabupaten kota. Kami berharap pemerintah provinsi juga turun tangan,” katanya.

Sungai Meninting sekarang dilintasi. Sehingga nelayan dapat menambatkan perahunya di sungai ini hingga akhir musim angin barat. Namun, saat ini, beberapa nelayan menambatkan perahunya di Senggigi.

Hal inilah yang coba dididik oleh kabupaten ini karena menurutnya nelayan tidak terlalu mendesak untuk menambatkan perahunya di Senggigi. “Kami khawatir nelayan lain juga akan menyusul. Karena itu, kami akan mewaspadai kelompok-kelompok nelayan yang tidak bermoral agar tidak terjadi gesekan,” kata mantan kepala desa Banjar itu.

Ia memahami bahwa di Lombok Barat, ada peraturan daerah yang melarang nelayan mengikat perahu di kawasan wisata. Maka, Pemkot Mataram juga mencari solusi atas masalah ini.

Lurah Bintaro Hapizuddin juga mengakui, saat ini beberapa nelayan sudah mulai menambatkan perahunya di kawasan Senggigi. Maka, dalam waktu dekat, pihaknya juga akan menghubungi pemerintah desa Senggigi untuk memberikan penjelasan sementara. Mencegah gesekan atau turbulensi tidak seperti sebelumnya.

“Ada lima nelayan yang mungkin sudah mulai menambatkan perahunya di sana. Kami akan berkonsultasi dengan pemerintah desa Senggigi untuk memberikan pemahaman agar tidak terjadi gesekan, sembari kami juga menyiapkan solusi,” ujarnya.

Namun, dia mengatakan pendekatan keluarga harus lebih disukai. Karena menyangkut kepentingan dan kepentingan masyarakat. Solusi terbaik akan dicari agar tidak merugikan pihak manapun.

“Prinsipnya kalau bisa diselesaikan secara kekeluargaan, kenapa dipersulit? Banyak warga Lombok Barat kita juga yang mencari makan di pasar Kebon Roek, apakah kita juga berusaha mencegah hal ini bukan? ?

Dengan demikian, cara keluarga akan dikedepankan untuk menghadapi masalah tahunan yang umumnya muncul ketika musim angin barat tiba. (ton/r3)

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button