Berita Wisata

Rencana BKSDA Sumbar Bangun Landmark TWA Lembah Harau Picu Kontroversi

Padang, Gatra.com – Usulan pembangunan landmark di kawasan objek wisata Lembah Harau oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar menuai kontroversi, terutama tanggapan pengguna internet.

Menanggapi hal ini, Gubernur Sumbar Mahyeldi, setiap ide dan gagasan yang baik harus dibicarakan, terutama dengan masyarakat setempat. Jika komunikasi berjalan dengan baik dan maksimal, tentunya tindakan penolakan tidak akan terjadi.

“Kami berharap ada hal baik yang dibicarakan bersama, sehingga berjalan sesuai rencana,” kata Mahyeldi saat ditanya soal kontroversi tersebut, Selasa (11 September) di Padang.

Politisi PKS itu berharap semua pihak tanpa terkecuali dapat menjalin komunikasi yang baik di lapangan. Baginya tujuan yang baik harus dibarengi dengan komunikasi yang baik agar dapat diterima dengan baik. Apalagi baginya, yang terpenting adalah memperindah ruang alam agar tetap terjaga keasliannya.

“Wilayah Lembah Harau ini cukup luas, makanya akan kita kaji dulu. Harus dikaji karena sangat penting untuk menjaga keasliannya. Jangan sampai dirusak,” ujarnya.

Awalnya kontroversi ini bermula ketika BKSDA Sumbar akan membangun landmark Wisata Alam Lembah Harau (TWA) di kawasan Kabupaten Limapuluh Kota. Rencana tersebut telah diunggah ke akun media sosial BKSDA Sumbar. Postingan tersebut diserbu netizen dengan komentar penolakan.

Ketua BKSDA Sumbar Ardi Andono mengatakan pihaknya berencana membangun rambu raksasa setinggi 4 meter dan panjang 45 meter di dinding tebing di kawasan Lembah Harau. Pihaknya sudah mendapatkan izin niniak mamak dari Nagari Wali setempat.

Ia juga menjelaskan, landmar itu dibuat bekerja sama dengan pemerintah setempat. “Persetujuan sudah selesai. Kalau tidak ada persetujuan, kami juga tidak mau,” kata Ardi.

Alasan pembuatan landmark tersebut, karena pihak BKSDA Sumbar juga memilih posisi yang berada di ruang kosong, sehingga tidak terjadi deforestasi. Lokasi bersejarah ini juga bukan tempat persilangan hewan, sehingga sangat aman. Selain itu, kontur medan di lokasi juga sangat kuat.

“Jadi tidak menimbulkan kebakaran, ada risiko longsor atau apa. Juga tidak mengganggu air terjun, materialnya kayu, dan tidak ada penerangan yang mengganggu aktivitas hewan nokturnal,” katanya. Menjelaskan.

Terkait tanggapan negatif masyarakat, Ardi menilai hal itu wajar. Alasannya tidak memperhitungkan manfaat melakukan benchmark. Bahkan, dia melihat landmark ini sebagai objek wisata yang akan berdampak positif bagi perekonomian masyarakat setempat.

Diakuinya, pembuatan landmark tersebut sudah masuk dalam perencanaan jangka panjang sejak 2016, beam layout dan detail engineering design (DED). Sosialisasi dengan Pemda Limapuluh Kota juga dilakukan. Nilai pembangunan landmark ini mencapai Rp 182 juta.

“Lihat saja kawasan wisata Eropa di Lembah Harau, awalnya protes tapi akhirnya banyak yang berkunjung. Jadi rencana sejarah ini akan ditutup antara wali nagari, ninik mamak, Walhi, pemerintah provinsi dan kabupaten,” imbuhnya.

Isu kontroversial pembangunan monumen Lembah Harau telah sampai ke telinga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Proyek pembuatan landmark bertanda TWA Lembah Harau diputuskan dihentikan, dan untuk memastikan kelestarian alam setempat.

Meski begitu, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono, mengakui semangat BKSDA Sumbar untuk mempercantik Lembah Harau. Ia menilai kemungkinan banyak penolakan karena minimnya sosialisasi kepada masyarakat Sumbar, khususnya masyarakat Limapuluh Kota.

“Sudah ditutup, sudah diputuskan proyek bersejarah Lembah Harau dihentikan. Nanti ada proyek lain yang berbasis keberlanjutan dan kearifan lokal,” katanya.

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button