Tempat Wisata

Jam Gadang Bukittinggi: monumen, kegiatan wisata dan sejarah

Kerap disebut sebagai kembaran Big Ben, lambang kota London di Inggris, jam Gadang memang terlihat mirip. Keduanya memiliki empat jam yang menunjuk ke empat arah dan berlokasi strategis di jantung kota di atas menara tinggi yang bisa dilihat dari jauh.

Seperti Big Ben, jam besar di Bukittinggi ini punya sejarah panjang. Baik dari jam, menara itu sendiri, hingga peristiwa sejarah yang terjadi di sekitarnya. Sangat menarik untuk mengulas semuanya agar semua orang memahami perjalanan panjang dan keunikannya.

Fakta unik tentang Jam dan Menara Agung

Kata gadang berarti “besar” dalam bahasa Minangkabau. Jam besar ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda pada tahun 1926. Hadiah tersebut diberikan kepada Hendrik Roelof Rookmaker yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Kota Bukittinggi pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

1. Hadiah jam tangan

Jam tersebut ditenagai oleh mesin yang didatangkan langsung dari Rotterdam. Mesin khusus ini hanya dibuat dua, satu untuk jam besar di Bukittinggi dan satu lagi untuk Big Ben di London. Kedua mesin masih bekerja hari ini.

Jam tangan ini sendiri memiliki diameter 80 cm dan juga tertera nama pembuat jamnya. Pembuat jam itu adalah Vortmann Recklinghausen. Ini merupakan gabungan nama Benhard Vortmann sebagai pembuat jam dengan kota Recklinghausen di Jerman yang memproduksi jam ini pada tahun 1892.

2. Pembuatan menara

Setelah diserahkan kepada pembuat menara, ia berinisiatif membangun menara untuk jam tersebut. Arsitek yang mendesainnya adalah Yazid Rajo Mangkuto dan pembangunnya adalah Haji Moran dan mandornya bernama Gigi St Ameh.

Pembangunan berlangsung dua tahun hingga tahun 1927. Biaya yang dikeluarkan mencapai 3.000 gulden atau sekitar Rp 24 juta. Pengeluaran yang sangat besar pada tahun 1926. Menara setinggi 26 meter. Cerita uniknya adalah tentang konstruksi atap.

Saat dibangun, atapnya berbentuk lingkaran dan dipasang patung ayam jantan yang menghadap ke timur sebagai hiasan.

3. Ganti atap tiga kali

Bentuk ini merupakan perlambang bahwa masyarakat Kutai Banuhampu Sungai Puar dapat bangun pagi saat ayam berkokok. Namun, atap ini kemudian dimodifikasi pada masa penjajahan Jepang.

Atap menara kemudian didesain menyerupai atap kuil Shinto di Jepang. Akhirnya pada saat Indonesia merdeka pada tahun 1963, atapnya diubah lagi. Bentuknya mengikuti bentuk atap rumah tradisional Minangkabau (Gonjong).

Lokasi menara jam Bukittinggi

Menara lonceng besar ini terletak di Jl. Raya Bukittinggi – Payakumbuh, Benteng Pasar Ateh, Kota Bukittinggi. Jaraknya 72 km dari Bandara Internasional Minangkabau dan dapat ditempuh dalam dua jam dengan mobil.

Jika menggunakan taksi berkapasitas 4-5 orang biayanya sekitar Rp 250.000. Alternatif lain adalah dengan menggunakan trip yang biayanya sekitar Rp 35.000 per orang.

Karena berada di tengah kota dan dikelilingi taman kota, tiket masuk ke tempat ini gratis. Tempat ini dapat diakses oleh semua orang dan tidak ada batasan waktu untuk dikunjungi. Namun, orang lebih suka datang saat masih pagi karena belum terlalu ramai.

daya tarik

Jam dan menara besar ini terletak di tengah kota Bukittinggi dan dikelilingi taman yang asri dan terbuka. Jadi ketika Anda datang ke sini, semua orang bisa melihatnya dengan jelas. Menara ini dikelilingi oleh pagar pendek untuk mencegah orang terlalu dekat dengan menara.

Tapi di sekelilingnya ada taman yang luas dan terawat. Taman ini disebut Taman Sabai Nan Aluih. Desain taman ini memang merupakan desain taman Eropa yang cantik. Lengkap dengan air mancur. Orang bisa duduk santai di sana dan menikmati pemandangan pusat kota yang sibuk dan ramai.

Tempat ini merupakan tempat berkumpulnya komunitas. Saat hari gelap, lampu menyala di sekitar menara dan juga di taman. Suasana menjadi asri, sepertinya taman tidak pernah benar-benar sepi 24 jam sehari, bahkan di malam hari.

Kegiatan yang menarik

Meski begitu, atraksi dan aktivitas lain yang bisa dilakukan berada tepat di sekitar jam besar di atas menara ini. Pasalnya, selain lokasi jam Gadang ini, ada beberapa tempat yang juga layak untuk dikunjungi. Berikut pembahasannya:

1. Taman Sabai Nan Aluih dan Air Mancur Menari

Di taman ini ada jam besar dan menara. Taman bergaya Eropa ini menampilkan air mancur dan tanaman yang indah dan tertata rapi. Juga dilengkapi dengan berbagai jenis lampu yang menciptakan suasana yang sangat berbeda di taman ini pada malam hari.

Pada malam hari, air mancur di taman ini bisa menari. Pertunjukan menjadi indah dengan banyaknya lampu yang juga mengikuti irama. Itu memang tontonan yang memuaskan bagi mereka yang hadir.

2. Beli oleh-oleh di Pasar Ateh

Pasar atas (atas = Ateh, bahasa Minangkabau) ada di dekat jam besar. Berbagai jenis oleh-oleh khas Minangkabau dijual di pasar ini, mulai dari kain songket hingga gantungan kunci. Harganya bervariasi, karena optiknya juga sangat beragam.

3. Museum Sejarah

Tak jauh dari Jam Gadang dan Taman Sabai Nan Aluih, terdapat beberapa museum sejarah yang patut dikunjungi, antara lain Istana Bung Hatta dan juga Taman Monumen Bung Hatta. Ini bisa menjadi wisata pendidikan yang bagus.

4. Wisata Kuliner

Saat berkunjung ke Bukittinggi, jangan lupa untuk menikmati aneka hidangan khas daerah ini. Misalnya Nasi Kapau, Gulai Itiak, Lamang Tapai dan Teh Talua. Menu wajib ini tersedia di warung pinggir jalan dan restoran. Tinggal pilih ingin makan dimana.

Cerita

Salah satu peristiwa sejarah yang paling berkesan adalah pengibaran pertama bendera merah putih di puncak jam besar pada tahun 1953 ketika berita kemerdekaan Indonesia sampai di Bukittinggi. Yang memulai adalah Mara Karma, didukung oleh banyak pemuda lainnya.

Peristiwa selanjutnya adalah pertempuran berdarah antara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (APRI) dan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Saat itu, APRI menembak 187 orang di depan menara jam besar. Sayangnya, hanya 17 orang yang ternyata PRRI, selebihnya warga sipil.

Peristiwa itu terjadi pada tahun 1958. Dulu, begitu banyak jenazah yang dimakamkan di pelataran menara jam. Peristiwa yang menyedihkan.

Sudah beberapa kali ditutup

Meski ruang terbuka, ternyata jam besar ini sudah dua kali ditutup. Pertama kali jam besar ditutup pada Malam Tahun Baru 2008–2009. Jam besar itu dilapisi kain Marawa. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah pengunjung ke taman sepanjang waktu.

Tujuannya untuk menghindari keramaian yang terlalu padat, sehingga berisiko kematian dan kriminalitas. Kejadian kedua terjadi pada malam tahun baru 2021. Alasannya sama persis namun tujuan utamanya adalah untuk mencegah penyebaran virus Corona.

Selain dua acara tersebut, Jam Besar dan Menara Agung juga ditutup untuk umum pada tahun 2018. Namun, hal tersebut terjadi karena pemerintah melakukan revitalisasi kawasan ini. Saat itu menelan biaya hingga Rp 18 miliar.

Tentunya Anda membutuhkan informasi mengenai Jam Gadang yang menjadi landmark kota Bukittinggi ini jika ingin mengunjunginya. Mengingat sejarah panjang yang dimilikinya, monumen bersejarah ini harus dilestarikan sambil menikmati keindahannya dan latar yang sama uniknya.

Source: www.tempatwisata.pro

Related Articles

Back to top button