Berita Wisata

Pajam, sebuah desa tenun di Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi

Wakatobi (ANTARA) – Usai adzan magrib dikumandangkan, setelah pukul tujuh malam, Desa Pajam kembali tenang. Desa yang terletak di atas perbukitan yang ditumbuhi pepohonan perlahan mengeluarkan suaranya sendiri. Ketukan kayu alat tenun tradisional memanggil dari satu rumah ke rumah lain, menimbulkan sajak, suara berulang.

Ingatan Yuni masih sangat dekat dengannya, ingatan pernah belajar menenun bersama ibu dan adiknya sejak ia masih sangat kecil. Dua sampai tiga alat tenun dibagikan di ruang tamu, kemudian mereka menenun bersama sambil mendengarkan cerita.

Menenun sudah dilihat oleh Yuni sejak ia masih balita, sebelum bersekolah, dan ia mulai mempelajarinya sejak duduk di bangku sekolah dasar. Setelah itu, Yuni terus menenun berkali-kali, hingga berakar. Sebuah keahlian yang tidak hilang meski ditinggalkannya selama empat tahun untuk kuliah di sebuah universitas di kota Kendari Sulawesi Tenggara.

Usai menyelesaikan studinya, Dewi Yuningsih kembali ke Desa Pajam di Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi untuk mempromosikan desanya sebagai desa wisata.

Desa Pajam merupakan desa tenun yang ditetapkan sebagai Desa Wisata oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada tahun 2021. Hampir semua perempuan yang tinggal di desa Pajam adalah penenun, termasuk anak-anak usia sekolah dasar.

Baca juga: BPOLBF dukung pengembangan desa wisata

Menyusuri jalan desa yang berundak-undak di kontur perbukitan, tak jarang dijumpai ibu-ibu yang rajin menenun di atas bal-bal bambu teras rumah panggung mereka. Jumlah penenun akan bertambah saat matahari terbenam, saat semua pekerjaan rumah para ibu selesai.

Suara kayu yang berbenturan saat ibu-ibu Desa Pajam menenun bergerak bergantian hingga menghasilkan pantun, mungkin lagu yang masih dinyanyikan para penenun setiap malam.

“Kalau masyarakat di sana mendengarkan musik dari lagu, kita di Desa Pajam menenun adalah musik kita,” kata Muliadin, Lurah dan Pengelola Wisata Berbasis Komunitas Desa Wisata Pajam. .

Nyatanya, suara tenun tidak berhenti sepanjang malam. Pagi-pagi sekali, dan juga saat subuh, masih terdengar suara kayu yang berbenturan
“Saat saya bangun tengah malam, masih ada orang yang menenun. Bahkan sebelum subuh, orang bangun untuk menenun sebelum salat subuh,” kata Yuni.

Menenun kini telah menjadi mata pencaharian utama desa Pajam. Perempuan berkontribusi pada ekonomi keluarga dengan menenun dan menjualnya kepada turis, atau warga kota yang membutuhkannya untuk acara-acara penting.

Baca juga: Kunjungan ke Desa Wisata Terbanyak, Menparekraf Dapat MURI

Dahulu, masyarakat Desa Pajam hanya menenun untuk kebutuhan sandang sehari-hari atau untuk pakaian dalam acara adat. Namun kini, karena Wakatobi dikenal dengan keindahan alamnya yang mempesona disertai budaya turun temurun Kesultanan Buton, tenun Wakatobi pun menjadi daya tarik tersendiri. Kampung Pajam merupakan salah satu sentra kerajinan tenun di Wakatobi yang hampir semua rumahnya merupakan rumah penenun.

 
Aneka motif tenun dari desa Pajam Wakatobi. (ANTARA/Aditya Ramadhan)

Kain tenun berukuran 1 x 4 meter ini bisa dijual dengan harga antara Rp 500.000 hingga Rp 1 juta, tergantung jenis bahan dan motifnya. Pola tenun khas desa Pajam Wakatobi bernama pa’a yang berbentuk seperti tanda tambah dan ha dengan bentuk persegi seperti pagar. Pa’a berbentuk tanda tambah melambangkan empat arah mata angin, sedangkan ha berbentuk pagar dianalogikan benteng Kesultanan Buton untuk melindungi kerajaan.

Ada pula pola tenun khusus untuk pria, wanita, bangsawan, masyarakat umum dan kasta terendah yang disebut mardika.

Desa Wisata Pajam

Muliadin mengatakan, penetapan Desa Pajam sebagai desa wisata oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendorong semakin banyak wisatawan yang berkunjung untuk melihat proses menenun.

Desa Pajam berjarak 30 menit berkendara dari dermaga di Pulau Kaledupa, melalui area perkebunan, ke area lereng bukit berbatu di mana pemandangan perairan Wakatobi dapat dikagumi.

Rumah panggung kayu dengan batang rumput Jepang yang tumbuh liar, ditemani bunga buddenvile yang menjalar di sepanjang pagar hingga ke atap rumah, akan menjadi pemandangan desa yang sangat indah.

Desa wisata ini bisa menjadi pilihan destinasi tambahan saat wisatawan datang untuk bersnorkeling atau snorkeling di perairan Pulau Kaledupa.

Ada paket wisata yang memberikan pengalaman bagi wisatawan untuk mengikuti proses pembuatan kain tenun, mulai dari pembuatan benang hingga belajar menenun menggunakan alat tenun tradisional.

Baca juga: Menparekraf Apresiasi Desa Wisata Kembangkan Tumbuhan Langka

Wisatawan juga bisa membeli tenun langsung dari desa Pajam dengan harga produksi yang lebih murah dibandingkan membeli dari toko oleh-oleh. Tidak hanya kain panjang, tenun Pajam Village juga tersedia dalam bentuk selendang atau ikat kepala dengan harga mulai dari Rp 80.000 hingga Rp 100.000.
Hasil penjualan tenun ini sangat membantu perekonomian keluarga di Desa Pajam yang para lelakinya bermatapencaharian sebagai tukang kebun dan nelayan. Muliadin mengatakan, setiap bulan penenun di Desa Pajam bisa menghasilkan pendapatan Rp 1,5-3 juta jika bisa menenun tiga kali sekaligus.

Program Desa Wisata yang dicanangkan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dimulai sejak tahun 2021 sebagai salah satu upaya membangkitkan perekonomian nasional pascapandemi COVID-19.

Hingga saat ini terdapat 3.633 desa wisata yang tersebar di seluruh Indonesia dengan daya tarik wisata alam dan budaya. Menurut data Kementerian Parekraf, terdapat 2.381 desa wisata percontohan, 958 desa wisata berkembang, 283 desa wisata maju dan 11 desa wisata yang sudah mandiri.

Sejak diluncurkannya program Desa Wisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat peningkatan kunjungan masyarakat ke desa wisata sebesar 30-35%. Selain itu, salah satu desa wisata di Indonesia yaitu Desa Wistaa Ngelangeran di Gunungkidul Yogyakarta berhasil meraih penghargaan World’s Best Tourist Village 2021 atau Desa Wisata Terbaik 2021 dari United Nations World Tourism Organization Nations (UNWTO).

“Saat kami meluncurkan Program Penghargaan Desa Wisata Indonesia, ternyata ada 1.831, hampir 2.000 desa wisata. Dan masih banyak lagi yang belum diterima. Ini datang dari seluruh Indonesia, dari Aceh hingga Papua. wisata renaisans, desa wisata terbaik,” kata Sandiaga.

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button