Berita Wisata

5 Fakta Kabupaten Probolinggo, Pemilik Kerajaan Majapahit Terakhir Berlari di Lereng Gunung Bromo

BondowosoNetwork.com – Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Timur dan memiliki dua pemerintahan yaitu Kabupaten dan Kota.

Kabupaten ini juga merupakan salah satu kabupaten yang memiliki budaya Pendalungan dengan dua etnis yang dominan yaitu Jawa dan Madura.

Secara geografis wilayah Probolinggo diapit oleh beberapa kota atau kabupaten dan termasuk wilayah Tapal Kuda.

Kawasan berjuluk Kota Mangga ini menampilkan fakta-fakta menarik terkait keadaan kawasan dan jumlah penduduknya.

Baca Juga: Bukan Probolinggo, Ternyata Ini 6 Daerah Penghasil Garam Terbesar Di Indonesia

Dikutip dari kanal YouTube jaringan Bondowoso YTClipOn, berikut 5 fakta Kabupaten Probolinggo yang jarang diketahui orang.

1. Nama aslinya adalah Banger
Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, Probolinggo merupakan dusun kecil bernama Banger.

Nama tersebut diambil dari nama sebuah sungai di kawasan yang bernama Sungai Banger, kemudian dusun ini berkembang menjadi Pakuwon.

Namun, ketika Raja Minak Jinggo Blambangan mulai menguasai wilayah Banger, pecahlah perang saudara.

Baca Juga: BUKAN PROBOLINGGO, Inilah 6 Daerah Penanaman Mangga Tertinggi di Jawa Timur yang Mencapai Jutaan Kwintal Per Tahun

Perang saudara ini terjadi antara Raja Blambanan dan Raja Wikrama Wardana dari Kerajaan Majapahit dan disebut Perang Paregreg.

Ketika VOC menguasai wilayah Jawa Timur tepatnya Pasuruan, menginginkan Banger menjadi kekuasaannya juga, Kyai Djjolelono diangkat menjadi Tumenggung pada tahun 1746.

Hingga tahun 1770 Kabupaten Banger berganti nama menjadi Probolinggo yang berasal dari dua suku kata, yaitu Probo yang berarti cahaya dan Linggo yang berarti tugu atau tongkat.

Jadi nama Probolinggo jika diartikan berarti cahaya berupa tugu, gada atau tongkat.

Baca Juga: Satu-Satunya di Probolinggo, Pantai Bohay Tawarkan Wisata Bawah Laut dengan Harga Terjangkau

2. Memiliki ciri khas tarian pada kehidupan rakyat
Tarian khas Probolinggo adalah Tari Glipang yang menggambarkan kehidupan masyarakat Probolinggo.

Tarian ini juga milik Kabupaten Lumajang, karena wilayahnya masih selatan Probolinggo, sehingga tidak heran jika masyarakat Lumajang utara juga memiliki tarian ini.

Sebenarnya dulu tarian ini diduga berasal dari Lumajang, namun catatan sejarah menulis bahwa tarian ini berasal dari Probolinggo sebagai bentuk protes terhadap penjajah yang sewenang-wenang.

Awalnya, tarian ini dimulai oleh penari asal Madura bernama Saritruno, dan memiliki makna tersendiri.

Baca juga: Tak Hanya Dikenal Kota Arak, Berikut Asal Usul Kota Probolinggo yang Jarang Diketahui Orang

3. Kota Mangga dan Anggur
Kabupaten Probolinggo dikenal sebagai kota mangga dan anggur, karena banyak penduduknya yang berprofesi sebagai petani kedua produk tersebut.

Mangga kabupaten ini terkenal bahkan sampai ke luar kota karena memiliki rasa yang manis, salah satunya adalah mangga Arumanis.

Bahkan mangga Arumanis bisa masuk pasar internasional, termasuk Singapura.

Selain itu, terdapat sebuah kecamatan penghasil arak berkualitas yaitu desa Ketapang, kecamatan Kademangan, dengan jenis arak Prabu Bestari yang berukuran besar dan rasanya yang manis.

Baca Juga: Ini Fakta dan Misteri di Balik Keindahan Pulau Tersembunyi Gili Ketapang Ternyata Ada di Probolinggo Jawa Timur

4. Patung tertinggi di Asia.
Kuda Cipta Wilaha menjadi ikon baru di Probolinggo, meski patung ini memegang rekor Muri tertinggi kedua di dunia setelah Turki dan tertinggi di Asia.

Posisi patung ini berada di lokasi wisata Beejay Bakau Resort (BJBR) yaitu wisata kawasan hutan mangrove.

Sejak patung ini didirikan, wisata mangrove BJBR semakin banyak dikunjungi wisatawan, dan Anda bisa menyaksikan Probolinggo dari ketinggian saat memasuki patung tersebut.

5. Suku Tenggeri
Suku ini berada di lereng Gunung Bromo dan tersebar di beberapa kota seperti Lumajang, Malang dan Pasuruan.

Baca juga: 9 Rekomendasi Wisata Probolinggo Penuh Spot Foto Instagramable, Cocok untuk Liburan Akhir Tahun

Sejarah melaporkan bahwa suku ini dianggap sebagai ras terakhir dari kerajaan Majapahit, walaupun belum ada yang bisa membuktikannya, konon kabarnya menyebar.

Selain itu, suku ini memiliki tradisi tersendiri, salah satunya adalah bahasa yang mereka gunakan sehari-hari.

Suku ini sangat taat pada agamanya yaitu Hindu dan masyarakatnya sangat rajin menjalankan setiap ajaran dan tradisi. ***

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button