Berita Wisata

Bahaya tsunami 34 meter di pantai selatan Jawa Barat

Bandung

Pakar geodesi ITB Heri Andreas mengatakan, risiko tsunami setinggi 34 meter di pantai selatan Pulau Jawa bisa terjadi berdasarkan beberapa kajian pakar. Pola serupa juga menunjukkan adanya risiko tsunami dari megathrust.

Sebelumnya, kajian ilmiah telah dipublikasikan secara online pada 30 Oktober 2022. Tinjauan tersebut memaparkan potensi gempa dan tsunami mega dorong di pesisir selatan Jawa Barat dan Sumatera Tenggara.

Dalam artikel yang disusun oleh Pepen Supendi dkk di Springer, disebutkan potensi tsunami maksimum gempa ini bisa mencapai 34 meter di sepanjang pantai barat Sumatera Selatan dan pantai selatan Jawa dekat semenanjung Ujung Kulon.

“Sudah banyak yang meneliti ini, salah satunya Mas Pepen. Saya juga melakukan pemodelan. Dari data dan pemodelan, risikonya pasti ada (tsunami 34 meter),” kata Heri Andreas saat dikonfirmasi. detikJabar melalui telepon, Kamis (3/11/2022).

Heri Andreas mengungkapkan, expert modelling memang bisa bervariasi dalam ukuran ketinggian tsunami yang dihasilkan. Namun rata-rata permodelan yang ada mencapai puluhan meter.

“Kalau model kita 20 meter dan dia mencapai Pelabuhan Ratu. Kalau Mas Pepen 34 meter, dia (model) sama dengan teman lama BRIN,” katanya.

Menurut pemodelan yang dipelajari oleh Heri Andreas, tsunami di pantai selatan pantai Jawa akan mengangkat atau memisahkan wilayah Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dengan ukuran skala gaya gempa, besarnya 8,9-9.

“Karena ada energi besar yang bisa mengangkat suatu daerah. Jadi berarti energi itu ada, dan dihitung akan mencapai skala magnitudo 8,9-9,” ujarnya.

Pemodelan yang dilakukan oleh Heri Andreas dan timnya disebabkan oleh terjadinya subduksi atau proses pergerakan pada kerak bumi yang menyebabkan lekukan, lipatan, retakan, rekahan sehingga tinggi atau rendah relatif terhadap permukaan bumi. Akibat subduksi, terdapat sesar atau patahan lempeng di laut yang dapat menimbulkan tsunami.

“Itu terjadi karena tertunduk ke laut. Dengan mekanisme sesar naik, pasti akan ada tsunami. Dengan jumlah sebesar itu, sekitar 20 meter akan terjadi, jadi di beberapa tempat bisa 30 meter. Tergantung pada pemodelan,” katanya.

Sebagai peringatan dini

Heri Andreas mengatakan bahwa pemodelan dan penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menanamkan rasa takut yang tidak semestinya pada masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir. Padahal, penelitian ini merupakan peringatan dini, agar semua pihak waspada dan menyiapkan sejumlah langkah mitigasi jika terjadi bencana tsunami.

Heri juga menyarankan pemerintah menyiapkan langkah-langkah mitigasi untuk menghadapi potensi bencana tersebut. Dikatakannya, ada upaya mitigasi struktural dan non-struktural yang bisa menjadi solusi dari ancaman tersebut.

“Mitigasi struktural, kita bisa membangun tanggul tsunami seperti di Jepang. Tapi kita rasa tidak mampu karena biayanya juga tinggi. Artinya kita bisa memilih mitigasi non-struktural, menyiapkan masyarakat untuk memahami jika, misalnya, ada adalah gempa, di mana mereka harus lari, ”katanya.

Gelombang tinggi di pantai Palabuhanratu, SukabumiGelombang tinggi di pantai Palabuhanratu, Sukabumi Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Mitigasi non struktural dapat dilakukan oleh pemerintah dengan menyiapkan jalur evakuasi bagi warga yang tinggal di wilayah pesisir. Jalur evakuasi ini harus dipastikan aman ketika potensi tsunami beberapa puluh meter akan turun.

“Jadi jawabannya lebih positif, bukan menakut-nakuti. Apalagi di selatan Jawa Barat dan Banten merupakan tempat wisata yang banyak dikunjungi orang. Nah, di mana menyiapkan rute pelarian, kemana orang lari menyelamatkan diri? Jadi kewaspadaan pun sejak awal,” pungkasnya.

(ral/yum)

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button