Berita Wisata

Kontroversi Destinasi Wisata Pulau Ranoh, Begini Tanggapan Pengacara MPL Sijori Kepri

TANJUNG PINANG – Pengacara PT Megah Puri Lestari (PT MPL) Hendi Devitra menanggapi kontroversi destinasi wisata Pulau Ranoh, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) yang diklaim sebagai ahli waris.

Menurut Hendi Devitra, juga kuasa hukum Suban Hartono, kontroversi ini mencoba menyebarkan berita bohong alias hoaks atau klaim sepihak tanpa dasar apapun atas nama ahli waris.

“Kami sedang mempertimbangkan tindakan hukum atas dugaan penyebaran berita palsu atau hoaks,” kata Hendi Devitra menyebut berita palsu itu meresahkan.

Dikatakan kliennya Suban Hartono telah membayar ganti rugi yang layak kepada 3 (tiga) keluarga besar yang memiliki bukti kepemilikan tanah destinasi wisata Pulau Ranoh.

Menurut dia, Suban Hartono, pemilik lahan tujuan Pulau Ranoh di Batam, sebelum membeli lahan, telah melihat legalitas penguasaan lahan baik secara fisik maupun legalitas.

“Secara historis, sejarah penguasaan tanah di Pulau Ranoh tidak hanya berasal dari ahli waris almarhum Djojah (Yahya, putra Djoyah-Red), tetapi ada 3 (tiga) rumpun keluarga yang berkerabat,” a- ungkapnya.

Mereka adalah ahli waris dari keluarga M Jacob Nur, keluarga Nurdin bin Limat dan keluarga M Taher bin Goyang.

Dia menyadari bahwa sebelumnya keluarga M Jacob Nur memiliki 5 hektar lahan berdasarkan konsesi lahan tahun 1965. Sisanya 8 hektar dibagi antara ahli waris keluarga Nurdin Bin Limat dan keluarga M Taher Bin Goyang.

Hal itu tertuang dalam perjanjian/pernyataan antara Nurdin bin Limat dengan Tuan Taher tertanggal 28 Oktober 1999, salah satu ahli warisnya adalah Djoyah.

Suban Hartono membayar ganti rugi atas semua tanah milik pemilik aslinya, serta tanah masyarakat lainnya di Pulau Ranoh, di hadapan pejabat publik yang berwenang.

Hal yang sama berlaku untuk perizinan kegiatan usaha PT MPL yang telah dilaksanakan mulai dari tingkat instansi pemerintah daerah terkait sampai dengan kementerian yang berwenang.

“Dari izin pemanfaatan darat dan laut untuk pengembangan kegiatan wisata di Pulau Ranoh,” jelas Hendie.

Ini sudah menjadi milik PT MPL selaku pengelola kompleks, antara lain izin induk pemanfaatan ruang dan izin lokasi dari Pemko Batam, persetujuan desain tapak pengelolaan wisata alam di Kawasan Hutan Produksi Pulau Ranoh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Bahkan Izin AMDAL Dinas LHK Provinsi Kepulauan Riau, Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPJLWA-PSWA) di Hutan Produksi Pulau Ranoh dan Izin Lingkungan DPMPTSP Provinsi Kepulauan Riau Kepulauan Riau.

Untuk Izin Pemanfaatan Ruang Maritim dan Izin Usaha Penyediaan Sumber Daya Wisata Alam (IUPSWA), serta izin lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha operasional.

“Semua ini melalui proses review sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” jelas Hendie.

Diakui lebih lanjut, kontroversi terkait telah ditangani dan difasilitasi baik oleh instansi maupun aparat penegak hukum.

“Klien kami juga sudah mendapat somasi dari beberapa pengacara, baik dari Tanjung Pinang, Batam, dan Jakarta selaku kuasa hukum Yahya,” katanya.

Namun dari rangkaian upaya tersebut, belum ada satu pun upaya hukum yang dilakukan oleh Yahya sebagai pewaris Djoyah, seperti laporan resmi ke polisi atau tindakan hukum.

“Seharusnya, jika tuntutannya mendasar, mereka akan melaporkannya ke penegak hukum atau menempuh jalur hukum untuk menguji bukti-bukti penguasaan tanah yang mendasari gugatan tersebut,” ujarnya. (Menunjukkan)

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button