Berita Wisata

Bangunan yang melanggar pantai dapat dihancurkan

Memuat…

Pembangunan resort di kawasan Pantai Aili, Kabupaten Sumba Tengah menjadi sorotan. Foto/ist

JAKARTA – Masalah perbatasan pantai muncul kembali baru-baru ini. Salah satu yang menjadi sorotan adalah terhambatnya akses masyarakat ke pantai akibat pembangunan resort di Pantai Aili di Sumba tengah. Hal ini didorong oleh hastag #PantaiMilikPublik di media sosial pada pertengahan Juli lalu.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pengendalian Pertanahan dan Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Shafik Ananta menjelaskan, ketentuan mengenai lebar sempadan pantai diatur dalam UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 1 angka 21 mengatur bahwa batas pantai adalah daratan di sepanjang tepian yang lebarnya sebanding dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, paling sedikit 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah Bumi.

Bangunan yang melanggar pantai dapat dihancurkan
Pembangunan resort di kawasan Pantai Aili Sumba Tengah. Foto/ist

Ketentuan ini diperjelas dalam Pasal 56 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Pesisir.

Batas pesisir termasuk dalam kawasan lindung, menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kawasan lindung setempat antara lain batas pantai, batas sungai, daerah sekitar danau/waduk, dan daerah sekitar sumber.

“Lebar 100 meter sebanding dengan bentuk pantainya. Ada yang kurang dari 100 meter dari bukit, seperti di Palu yang beberapa waktu lalu diterjang tsunami. Hanya sekitar 50 meter saja,” kata dia. Shafik, dihubungi Jumat (26/8/2022).

Baca Juga: Tagar #PantaiMilikPublik Mendadak Trendi, Pengguna Internet Sebut Bali dan NTT

Karena setiap pantai memiliki kondisi morfologi yang berbeda, lanjut Shafik, ketentuan yang lebih spesifik mengenai batas pantai tertuang dalam peraturan tata ruang wilayah (RTRW). Peraturan RTRW Daerah mengatur tentang batas-batas suatu wilayah, peruntukan dan pemanfaatannya. “Nanti akan diatur lebih detail luas perbatasannya, ada juga yang sudah dilengkapi peta garis perbatasannya,” ujarnya.

Berdasarkan Perda RTRW, bisa dilihat apakah ada pelanggaran. Dalam hal terjadi pelanggaran, Kementerian ATR bertindak untuk mengawasi dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah pelaksanaan aplikasi. Dalam hal pengendalian, Kementerian ATR menggunakan dua pendekatan. Pertama, secara meyakinkan meminta pemilik bangunan eksisting untuk melakukan penyesuaian tata batas. “Ini kami lakukan untuk bangunan yang sudah ada sebelum terbitnya Perpres 51/2016,” kata Shafik.

Bangunan yang melanggar pantai dapat dihancurkan
Bangunan gerbang tersebut diduga membatasi akses warga. Foto/ist

Source: nasional.sindonews.com

Related Articles

Back to top button