Berita Wisata

Pariwisata berkelanjutan di Bali tidak dapat dipisahkan dari desa

DENPASAR,Nusa Bali
Pariwisata di Bali disebut berbasis desa (adat). Desa di Bali merupakan tempat berkembangnya budaya Bali yang dianggap menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali.

Untuk itu, pengembangan pariwisata berkelanjutan di Bali tidak lepas dari pemberdayaan desa dan masyarakatnya.

Demikian disampaikan Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata (Forkom Dewi) Bali, I Made Mendra Astawa saat menjadi narasumber dalam Seminar Pariwisata Berkelanjutan di Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Jalan Letjen S Parman, Niti Mandala, Denpasar, Rabu (11/30). “Pariwisata di Bali berkembang karena desa wisata. Desa-desa yang membentuk pariwisata Bali. Dulu orang yang datang ke Sanur disebut desa Sanur, yang datang ke Ubud disebut desa Ubud,” kata Mendra.

Mendra mengatakan, Bali menawarkan wisata budaya. Keindahan alam Bali juga dapat ditemukan di tempat lain, namun keunikan budaya Bali hanya dapat ditemukan di Pulau Dewata. Namun, dia melihat banyak orang Bali yang mulai meninggalkan budayanya sendiri. “Makanya saya sangat semangat pergi ke desa karena itu benteng (budaya) terakhir kami,” tambahnya.

Mendra menambahkan, masyarakat desa di Bali hanya sebagai obyek wisata. Semua aksi mereka menarik perhatian wisatawan, namun mereka sendiri tidak mendapatkan “percikan” keuntungan wisata. Untuk itu, pemerintah saat ini tengah gencar mengembangkan desa wisata. Jumlah desa wisata di Bali terus meningkat. Tahun ini, sebanyak 294 desa wisata telah terdaftar di Dinas Pariwisata Provinsi Bali. “Memberi kesempatan kepada masyarakat desa untuk menjadi subyek, selama ini mereka hanya menjadi obyek kebutuhan wisata saja,” kata Mendra.

Dengan menjadi subjek, warga desa bisa menjadi pelaku yang mengelola usaha di desa, meski dalam skala kecil. Mendra pun mengajak para pemuda desa untuk melihat potensi tersebut. Selain untuk mendapatkan penghasilan, di sisi lain juga membantu melestarikan budaya Bali.

Wisata budaya dan desa, kata Mendra, juga merupakan bagian dari pariwisata berkelanjutan. Bali perlu lebih mengembangkan pariwisata yang lebih berkualitas. Dalam artian mampu memberikan manfaat dan keuntungan serta mengangkat taraf hidup masyarakat Bali. Menurutnya, sudah saatnya Bali bercermin pada kapasitasnya dalam menerima jutaan wisatawan setiap tahunnya. “Bali dengan kapasitas penduduk sekitar 4,2 juta ditambah 6 juta wisatawan, macet dimana-mana,” ujarnya.

Mendra meyakini jika mengandalkan desa wisata, lama tinggal wisatawan yang datang ke Bali tidak akan singkat. Konon ada ratusan desa wisata yang bisa dikembangkan untuk membangun Ubud baru atau Sanur baru.

Seminar pariwisata berkelanjutan bertajuk “Embracing Sustainable Tourism Development in Bali in the New Normal” diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Provinsi Bali bekerja sama dengan Indonesia WISE di Bali Tourism Board, Jalan Letjen S Parman, Niti Mandala, Denpasar, Rabu lalu. Seminar tersebut mempertemukan para pelaku di bidang pariwisata di Bali.

Ketua Bali Tourism Board Tjokorda Bagus Pemayun dalam sambutannya mengatakan, Bali merupakan daerah yang ekonominya sangat bergantung pada industri pariwisata. Pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi perekonomian Bali. “Tujuan diadakannya seminar ini adalah untuk membantu menyusun roadmap pariwisata berkelanjutan di Bali,” kata Tjok Pemayun.

Tjok Pemayun berharap berbagai perspektif pemangku kepentingan dapat membantu pemerintah memajukan salah satu prioritas pentingnya, yaitu pengembangan pariwisata berkelanjutan di tatanan normal baru.

“Ada harapan yang tinggi terhadap pelestarian lingkungan, perlindungan warisan budaya, peningkatan pengelolaan limbah, penggunaan sumber daya lokal yang lebih besar dan produk ramah lingkungan, peraturan penerapan yang ketat, keselamatan pengunjung dan kesejahteraan masyarakat,” lanjutnya. . Sementara itu, CEO WISE Indonesia Amol Titus mengatakan Bali memiliki potensi besar untuk mengembangkan konsep pariwisata berkelanjutan.

Dikatakannya, konsep pariwisata berkelanjutan didasarkan pada empat pilar, antara lain pengelolaan destinasi wisata berkelanjutan, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan budaya, dan keberlanjutan lingkungan. “Menurut saya, pilar budayanya cukup kuat, unik dan mudah diakses,” kata Amol. Namun di sisi lain, Amol menekankan pentingnya Bali untuk mengelola lingkungannya dengan lebih baik. Seperti pengelolaan sampah dan kecukupan air minum. Lingkungan yang bersih dan sehat, kata Amol, akan menjadi daya tarik lain wisatawan berkunjung ke Bali selain melihat keunikan budayanya.

Amol mengatakan perbaikan harus dimulai dengan mengubah pola pikir masyarakat. Masyarakat, misalnya, harus terbiasa menggunakan produk ramah lingkungan. Bali juga harus berupaya mengurangi produksi sampahnya selain memiliki teknologi yang memadai dalam pengelolaan sampah. Indonesia WISE memiliki pengalaman panjang dalam pengelolaan berkelanjutan. Amol mengatakan, setelah mengadakan seminar dengan Bali Tourism Board, pihaknya berencana menggelar beberapa workshop terkait pembangunan pariwisata berkelanjutan di Bali. “Awal tahun depan mungkin ada workshop untuk karyawan stakeholder (hotel/restoran/destinasi wisata),” pungkasnya. *cr78

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button