Berita Wisata

Radith Giantiano, NTT Generasi muda yang peduli terhadap perubahan iklim

  • Radith Giantiano adalah generasi muda dari Nusa Tenggara Timur yang peduli terhadap dampak perubahan iklim.
  • Radith sudah mengangkut sampah pantai sejak 2012 sendirian. Bahkan, ia juga memungut sampah yang berserakan di jalan utama. Saat menyelam, ia sering memungut sampah yang tersangkut di terumbu karang.
  • Radith dan komunitasnya telah melakukan transplantasi terumbu karang, baik akibat badai Siklon Seroja maupun pemutihan karang akibat pemanasan suhu permukaan laut..
  • Krisis iklim akan berdampak pada krisis ekonomi, pangan, kesehatan dan air minum. Di Kecamatan Alak, Kota Kupang, NTT, warga membeli air minum dari tangki seharga Rp 120.000.

Baca sebelumnya:

Perubahan iklim, antara aksi masyarakat dan adaptasi di NTT

Apa dampak perubahan iklim terhadap nelayan NTT?

**

Cuaca cerah di pagi hari saat mobil kami menuju arah barat menuju kota Kupang, ibu kota provinsi Nusa Tenggara Timur. [NTT]Selasa [15/11/2022].

Gundukan batu terlihat di sepanjang pantai saat kami memasuki distrik Alak. Bebatuan di perairan Teluk Kupang terbentuk akibat dampak Badai Seroja, pada April 2021. Saat air surut, bebatuan tersebut tampak seperti pagar yang memisahkan laut dangkal dan laut dalam.

Didampingi Miu, salah satu staf Yayasan Pikul, saya bertemu dengan pemuda kreatif yang juga ketua RT 25 RW 08, Desa Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang. Namanya Radith Giantiano.

“Tempatnya bersih, banyak buku anak-anak. Sekarang agak terbengkalai, karena banyak kegiatan saya yang didedikasikan untuk masyarakat,” jelas Radith.

Dia mengenang masa lalunya saat putus sekolah kelas 3 SD [SD], lalu melaut sebagai nelayan, mengikuti jejak ayahnya. Ia pernah bergabung dengan kapal nelayan setempat hingga menetap sementara di Larantuka, Flores Timur.

“Saya mendapat banyak pelajaran hidup, sehingga saya bisa mengenal dan bersosialisasi dengan banyak orang,” ujarnya.

Radith Giantiano, pemuda asal Desa Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang peduli terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

Ajak generasi muda

Desa Alak merupakan kawasan industri. Ada PT. Pelindo, Perum Bulog, Pertamina, Pelabuhan Perikanan, hingga TPA [TPA] limbah.

“Industri banyak, tapi yang kita dapat hanya polusi. TPA kemarin kebakar, ada asap. Sedangkan PT. Semen Kupang yang mengeluarkan polusi udara sudah tidak berfungsi lagi,” ujarnya.

Pesisir Alak juga kerap menampung muatan sampah saat arus laut bergerak ke arah barat Teluk Kupang. Air dari Kali Namosain dan Tenau juga membawa limbah ke laut.

“Kalau tidak setiap hari dibersihkan, sampah akan hanyut lagi,” jelasnya.

Radith sudah mengangkut sampah pantai sejak 2012 sendirian. Bahkan, ia juga memungut sampah yang berserakan di jalan utama.

“Banyak orang mengatakan saya ‘gila’ dan kehilangan pekerjaan.”

Pria kelahiran Kupang, 12 Februari 1993 ini tak pantang menyerah. Bahkan saat menyelam, ia sering memungut sampah yang tersangkut di terumbu karang.

“Kalau biota laut tertutup sampah, mereka akan berteriak. Setiap hari bertaruhsebuah [saya] membersihkan sampah sambil mengajak generasi muda, terutama yang sering bermain bola di pantai.”

Ia juga melakukan aksi penyadaran bersama 59 KK warga di kabupatennya, agar peduli terhadap lingkungan dan tidak membuang sampah.

“Kalau kita bersahabat dengan alam, tanpa disadari alam akan menjaga kita,” nasehatnya.

Anak-anak mandi dan berenang di pantai Desa Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang dipenuhi buih laut Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

Dampak perubahan iklim

Pada tahun 2014 Radith bergabung dengan Underwater Kupang. Komunitas ini rutin melakukan restorasi terumbu karang dan juga membersihkan sampah di laut.

Radith juga aktif di beberapa komunitas seperti Free Diving Kupang, Not Just Cruises, Taman Bacaan Anak Pedalaman Indonesia [API]Perpanjangan Pemberontakan dan taruna menjaga Alak [Tapeda].

Juga di Komunitas Penjaga Pantai Relawan Kamla di NTT, Timor Trip Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia [POSSI] NTT, serta Front Pemuda Adat Indonesia [BPAN].

“Saya bergabung dengan komunitas untuk mengembangkan diri, karena saya tidak bersekolah. Dari situ saya punya teman, kenalan dan pengalaman baru, juga relasi,” ungkapnya.

Radith mengenang tahun 2016, saat dia menyelam dan melihat terumbu karang memutih akibat pemanasan global. NTT merupakan daerah yang terkena dampak perubahan iklim.

“Sekarang lebih hangat. Krisis iklim akan berdampak pada krisis ekonomi, pangan, kesehatan, dan air minum. Kami di NTT kesulitan mendapatkan air, di Kabupaten Alak, kami membeli air dari waduk seharga Rp 120.000,” katanya.

Perahu nelayan tradisional terlihat di pesisir pantai Desa Nunbaun Sabu, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

Kampanye lingkungan aktif

Ridwan Arif, PIC koaksi Indonesia untuk program Voices for Just Climate Action [VCA] atau Voice for Justice Climate Action mengatakan selain sebagai pemuda pesisir yang berprofesi sebagai nelayan, Radith juga aktif di komunitas anak muda yang peduli lingkungan.

Ridwan menambahkan, dari temuan Radith dan masyarakat, terdapat terumbu karang di deretan Teluk Kupang yang rusak akibat badai Seroja. Kondisi ini dirasakan oleh masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya dari garis pantai. Rumah ikan yang rusak mendorong mereka untuk melangkah lebih jauh.

“Beliau dan masyarakat sudah melakukan transplantasi terumbu karang, baik karena Siklon Seroja maupun pemutihan karang akibat pemanasan suhu permukaan laut.

Radith juga aktif di komunitas XR Kupang, sebuah gerakan pemuda sadar lingkungan. Ia berkontribusi dalam berbagai kegiatan, menjadi pembicara di mimbar rakyat dalam perayaan Hari Lingkungan Hidup.

“Radith juga menjabat Sekjen Kesatuan Nelayan Kota Kupang yang selalu mendorong isu perubahan iklim di tingkat pemerintahan,” pungkasnya.

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button