Berita Wisata

Kontrol abrasi membutuhkan konstruksi pemecah gelombang

RIAUPOS.CO – ANCAMAN abrasi telah mengancam pulau-pulau terluar Provinsi Riau. Langkah antisipasi sudah dilakukan, namun belum optimal. Seperti rehabilitasi mangrove di pesisir pantai, dan yang paling ditunggu adalah pembangunan beach breaker. Ini harus didukung oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

Misalnya, dampak abrasi pantai menyebabkan puluhan hektare lahan perkebunan kelapa milik warga Desa Muntai dan Muntai Barat, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis, jatuh ke laut. Disebutkan, abrasi ini akibat ulah masyarakat yang melakukan perambahan liar.

Yamaha Alfa Scorpio

Solihin, tokoh lingkungan yang juga aktivis lingkungan mengatakan, berdasarkan survei lapangan, garis pantai Desa Muntai Barat yang berhadapan dengan Selat Malaka adalah 7 kilometer (Km), sedangkan wilayah Desa Muntai Barat merupakan desa pemekaran, dari Desa Muntai, garis pantainya sekitar 6 km.

Garis pantai kedua desa yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka ini berbatasan langsung dengan negara bagian Malaysia yaitu Sepanajang sepanjang 13 km, dan yang terkena abrasi pantai yang menyebabkan tanah longsor mencapai sekitar 95% dari total garis pantai.

Ia yang juga Presiden Ikatan Pemuda Malaysia di Bengkalis Bidang Lingkungan Hidup (IPMPL) itu mengatakan, bersama sejumlah orang, meminta Presiden RI Joko Widodo, untuk mengarahkan kementerian terkait, khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk segera membentengi pesisir wilayah maritim Indonesia.

“Ya, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat itu daerah yang rawan abrasi. Makanya kami minta dibangun pemecah gelombang. Itu kalau tidak mau nanti Pulau Bengkalis jadi laut,” kata Solihin.

Tokoh muda Desa Muntai yang berhasil mendatangkan Presiden RI pada 2021 ini mengaku di kawasan Pantai Raja Kecik BWS III wilayah Sumatera, untuk Desa Muntai pada 2023 akan dibangun breakwater sepanjang 400 meter dan untuk Desa Muntai Barat 400 meter. Rencana ini dilakukan pemasangan batu pemecah gelombang.

“Namun, program tersebut terlihat tidak serius menyelamatkan wilayah kedaulatan dua desa kami,” katanya.

Bagan abrasi

Padahal, kata Solihin, jika diukur secara keseluruhan, Pulau Bengkalis yang terkena abrasi cukup parah berbatasan langsung dengan Selat Malaka, perbatasan dengan Malaysia sekitar 65 km. Tentu bisa dibayangkan jika setiap tahun mereka hanya membangun 800 meter atau lebih dari 1 km, pihaknya menduga separuh Pulau Bengkalis sudah berubah menjadi laut, barulah benteng pemecah ombak selesai dibangun.

“Ya kalau berantakan. Makanya kita minta Presiden RI bisa membuat kebijakan, agar program breakwater bisa dibangun sekaligus. dikunjungi oleh Presiden RI pada tanggal 28 September 2021,” ujarnya.

Hal itu dikatakan Solihin, terkait masalah abrasi pantai yang cukup serius, sehingga Presiden RI melakukan seremonial penanaman mangrove.

“Oleh karena itu, masyarakat sangat memohon kepada Presiden RI Jokowi untuk segera mengalokasikan APBN untuk dapat menyelamatkan Pulau Bengkalis yang merupakan salah satu titik acuan utama wilayah kedaulatan NKRI dan negara tetangga Malaysia,” ujarnya. berharap.

Mengajukan Bantuan Pemecah Ombak ke Kementerian Koordinator Bidang Kelautan dan Perikanan

Usai Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) RI bersama tim dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau meninjau kondisi abrasi di tiga wilayah pulau di Provinsi Riau, yakni Pulau Bengkalis, Pulau Ransang dan Pulau Rupat. Pulau.

Kepala DLHK Riau Mamun Murod menjelaskan abrasi di tiga pulau terluar itu kini mencapai 160 km. Untuk itu, pihaknya menawarkan bantuan untuk mengatasi abrasi pemerintah pusat.

Ia menjelaskan, kunjungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ke Riau merupakan bagian dari tindak lanjut usulan Pemprov Riau untuk mengatasi masalah abrasi di tiga pulau tersebut. Saat usulan penanganan abrasi dilakukan dengan membangun breakwater atau pemecah gelombang.

“Kami mengusulkan pembangunan pemecah gelombang untuk mencegah abrasi di Pulau Ransang, Pulau Bengkalis, dan Pulau Rupat sepanjang 160 km, mengingat kondisi abrasi di pulau terluar cukup kritis,” ujarnya.

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button