Berita Wisata

Perjalanan yang tidak sempurna tanpa penjual

Kebijakan penutupan Tepian bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) dinilai tidak tepat. Tempat Wisata Ruang Hijau (RTH) akan hambar tanpa ada yang membeli. Demikian disampaikan Direktur Center for Planocentric Urban Studies, Farid Nurrahman. Jika ditutup secara permanen, maaf untuk para pedagang. Artinya ruang publik untuk dinikmati bersama. “Tujuannya untuk memanusiakan manusia. Kalau ditutup permanen, sayang sekali, lebih baik dipelajari dulu. Cari jalan keluarnya, kalau sudah ditentukan tempat khusus,” katanya.

Jika dibuat kantong khusus pedagang kaki lima (PKL), lanjut Farid, itu akan menjadi tambahan resep lokal (PAD). Karena pajak dan retribusi lebih nyata daripada dihilangkan sama sekali. Karena tempat wisata pada dasarnya adalah sesuatu untuk dilihat, sesuatu untuk dilakukan, dan sesuatu untuk dibeli, katanya.

Saat ditutup untuk pedagang kaki lima, parkir liar tetap ada. Karena itu, lebih baik meresmikan tempat parkir saja. “Tapi sistemnya dibuat agar pintu masuknya langsung ke pemkot. Misalnya (maaf) ada preman di sana yang menguasai tempat parkir, jadi dipeluk. Bisa pendekatan sistem bayar dan lain-lain. dan sudah dibuat di kota-kota lain,” lanjutnya.

Masalah parkir liar yang diklaim sudah menjadi budaya, biasanya ada karena tidak ada fasilitas pemerintah yang bisa menampungnya. Jadi sektor informal melihat peluang dan melakukan hal-hal yang tidak dilakukan pemerintah. “Bahkan, jika ada aparat pemerintah yang secara kolektif menangani parkir, saya rasa masyarakat tidak akan keberatan,” lanjutnya.

Ada pengaduan masyarakat ke walikota soal parkir liar, Farid menduga, karena tarif parkir tidak jelas dan tidak ada penanda. “Masalahnya harus diselesaikan, sambil memberikan rambu-rambu informasi yang menunjukkan area yang bisa diparkir, jam berapa dan tarifnya. Tinggal mengatur ketentuan UPTD untuk pengelolaan ruang publik di kawasan itu,” pungkasnya. . (dra/k8)

ASEP SAIFI ARIFIAN
@asepsaifi

Source: kaltim.prokal.co

Related Articles

Back to top button