Berita Wisata

PesanKH. Suyuti Toha: Alas Purwo wajib menjaga keaslian dan ciri-ciri alamnya

Kontras TIMES.COM | Banyuwangi- Sejak dahulu kala, kehidupan masyarakat Banyuwangi selatan yang bertetangga dengan Taman Nasional Alas Purwo, khususnya masyarakat Dusun Kutorejo, Desa Kalipait, Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, memiliki kearifan lokal berupa sejumlah tradisi dan budaya yang sangat kental, terutama pada budaya Nguri-uri dan warisan luhur masyarakat Jawa.

Diantara bentuk tradisi tersebut adalah penjelasan berupa aturan atau pantangan yang berlaku secara turun temurun di Taman Nasional Alas Purwo.

Suatu bentuk kearifan lokal yang memiliki nilai kecerdasan ekologis, dipelihara, tumbuh dan berkembang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.

Hal tersebut dijelaskan oleh sesepuh Ulama Kabupaten Banyuwangi, KH. Suyuti Toha saat kunjungan Kasepuhan Luhur Kedaton dan beberapa awak media KontrasTimes ke kediamannya di Dusun Kalipait, Desa Kedungwungu, Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, 01/01/23.

“Oleh karena itu, keaslian dan ciri alam Taman Nasional Alas Purwo tidak boleh diubah, agar ciri ujung timur Pulau Jawa tetap terjaga.” kata KH. Suyuti Toha, Pengasuh Pesantren Mansaul Huda Kalipait.(01/01/’23).

KH. Suyuti Toha menjelaskan pengembangan pariwisata di kawasan Hihau Taman Nasional Alas Purwo dapat tercapai tanpa harus mengubah bentuk alamnya, sehingga kewibawaan Taman Nasional Alas Purwo dapat terjaga.

“Pepohonan dirawat, karena ini kawasan Taman Nasional Alas Purwo, bangunan yang menggambarkan bentuk dan sifat alam harus ditekankan, bukan konkrit,” kata KH. Suyuti Toha.

Sementara itu, dari Kasepuhan Luhur Kedaton dan LBH Nusantara, MH.Imam Ghozali mengatakan kedepannya masyarakat Banyuwangi akan memiliki kebebasan untuk berjualan dan masuk ke Pantai Pelengkung (G-Land) agar perekonomian masyarakat dapat berkembang dan masyarakat dapat berpartisipasi. pemantauan dan perlindungan Taman Nasional Alas Purwo.

“Aduh, Taman Nasional Purwo ini milik masyarakat luas, meski dijaga oleh petugas Balai Taman Nasional. Jadi wartawan, media dan LSM juga bebas masuk ke Pantai Pelengkung (G-Land), karena tidak ada aturan kehutanan. melarang wartawan, media dan LSM memasuki Pantai Pengkung, Taman Nasional Alas Purwo, agar kejadian konstruksi yang tidak wajar seperti yang saya lihat tidak terjadi lagi.. katanya.

Sebagai informasi, berdasarkan informasi, kawasan hijau Pantai Pelengkung (G-Land) Taman Nasional Alas Purwo seluas 15 hektar saat ini dikuasai oleh 4 pengusaha hotel dengan jangka waktu 30-50 tahun.

Empat hotel tersebut terdiri dari, Joyo Surfcamp Surabaya (5 hektar), Boby Surfcamp Bali (3 hektar), Jawa Jiwa Banyuwangi (50-2 hektar), Jack Surfcamp (5 hektar)”. Said Farikhin dari Bagian Perencanaan Taman Nasional Alas Purwo, 29 Desember 2022.

Farikhin menambahkan, sebagian konstruksi beton yang saat ini sedang berlangsung di kawasan Plengkung (G-Land) berasal dari Kementerian PUPR BPPW Jatim-Surabaya.

Larangan membangun akomodasi hotel dan konkritisasi di kawasan Hihau taman nasional, ini kutipannya

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 tentang kegiatan wisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

Paragraf 1 Kegiatan penyediaan jasa wisata alam Pasal 6 (1) Kegiatan penyediaan jasa wisata alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a meliputi jasa:
sebuah. informasi turis;
b. Pemandu wisata;
vs. angkutan;
D. Menara;
e. Penyimpanan;
F.Makanan dan minuman; dan
g. persewaan peralatan wisata alam.

(2) Kegiatan penyediaan layanan informasi wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa kegiatan penyediaan data, berita, laporan, foto, video, dan hasil penelitian kepariwisataan yang disebarluaskan dalam bentuk cetak dan/atau bentuk elektronik.

Paragraf 3 Pembangunan Sarana Wisata Alam Pasal 9 (1) Luas yang diizinkan untuk pembangunan sarana wisata alam paling banyak 10% (sepuluh persen) dari luas yang ditetapkan dalam izin. (2) Bentuk bangunan sarana wisata alam dan akomodasi wisata air dibangun semi permanen dan bentuknya disesuaikan dengan arsitektur budaya setempat. Pasal 10 (1) Pembangunan sarana penunjang wisata air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a terdiri dari: a. pemandian alami; b. gudang penyimpanan alat untuk kegiatan wisata bahari; menari. Tempat berlabuh/berlabuh angkutan wisata Tirta. (2) Pembangunan sarana akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri atas: a. hostel/kabin wisata/kabin terapung/kabin pohon; b. tempat perkemahan; vs. pemberhentian karavan; D. fasilitas akomodasi; musim panas. fasilitas pelayanan publik dan perkantoran. (3) Fasilitas akomodasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terdiri dari: a. ruang rapat; b. ruang makan dan minum; vs. fasilitas bermain anak-anak; D. spa; musim panas. menyetorkan. (4) Fasilitas dan kantor pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e terdiri atas:

layanan informasi; b. layanan telekomunikasi; vs. layanan administratif; D. Layanan transportasi; e. layanan pertukaran; f.jasa binatu; g. pemujaan; h. pelayanan kesehatan; SAYA. pengamanan berupa menara observasi dan alat pemadam kebakaran; J. jasa kebersihan; dan K. gangguan karyawan. (5) Sarana angkutan wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c terdiri atas: a. kereta gantung; b. kereta listrik; vs. dermaga; dan D kereta mini. (6) Sarana wisata petualangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d terdiri dari: a. keluar ; b. jembatan antar tajuk pohon (canopy trail); vs. kabel luncur (flying fox); D. balon udara; e. paralayang; dan F. jalan hutan (jungle track).

Pasal 11 (1) Selain fasilitas wisata alam yang sedang dibangun, dapat juga dibangun fasilitas pendukung fasilitas wisata yang terdiri dari: a. jalur wisata; b. tempat pertemuan/pusat informasi c. papan iklan; D. menjembatani; e. area parkir; F. jaringan listrik;

g) jaringan air bersih; h. jaringan telepon; SAYA. Jaringan internet; J. jaringan/saluran drainase; k. kamar mandi; SAYA. sistem pembuangan dan pengolahan limbah; Tuan Dermaga; dan N. landasan helikopter (heliport)

Pasal 14 (1) Bahan bangunan untuk pembangunan sarana wisata alam dan sarana penunjang wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 disesuaikan dengan keadaan setempat dan mengutamakan penggunaan bahan setempat. (2) Dalam hal bahan bangunan di daerah setempat tidak tersedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat digunakan bahan bangunan dari luar daerah yang tidak merugikan kelestarian lingkungan.

(Saya).

Hotelisasi dan konkretisasi yang terjadi di kawasan Pantai Pengkung (G-Land) Taman Nasional Alas Purwo. (27/12/’22)

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button