Berita Wisata

Pembangunan halte bundaran HI dinilai tidak layak, terutama untuk komersial

Suara.com – Pembangunan halte TransJakarta di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI) menuai pro dan kontra. Sejumlah warga antusias menyambut pembukaan halte bertingkat itu karena ingin berfoto dengan latar Tugu Selamat Datang, sementara para arsitek mengatakan bahwa “peradaban kota dipertaruhkan”.

Seperti diberitakan media, warga terlihat mengantre untuk berfoto di area pendopo (pemandangan jembatan langit) Halte Transjakarta Bundaran HI pada Minggu (09/10). Seorang pengunjung mengatakan tempat itu bisa menjadi spot foto baru di ibu kota.

Halte yang belum beroperasi karena masih dalam tahap pembangunan ini memang berbeda dengan halte yang dibangun PT TransJakarta sebelumnya.

Halte Bundaran HI – dan halte Tosari dengan desain serupa – memiliki dua lantai. Selain ruang tunggu bus, halte akan dilengkapi dengan area perbelanjaan, toilet, mushola, lift prioritas, dan peron.

Baca Juga: Usai Kontroversi Blokir Pemandangan Patung Selamat Datang, Anies Batalkan Grand Opening Halte Transjakarta Bundaran HI

Bambang Eryudhawan, seorang arsitek yang berkepentingan dengan tata kota, pelestarian cagar budaya dan sejarah, mengatakan pembangunan halte TransJakarta, Bundaran HI, “telah mengganggu kenyamanan peradaban perkotaan.

“Lihat, misalnya, di Tokyo, atau di mana, buat halte, buat halte. Sudah. Jangan aneh. Apalagi yang dilarang selfie-miliknya. Ya Tuhan. Kayaknya nggak tahu deh tempatnya,” kata Bambang kepada BBC News Indonesia.

Sebelumnya, Direktur PT TransJakarta Mochammad Yana Aditya mengatakan kepada media bahwa pembangunan halte tersebut tidak melanggar aturan, termasuk anggapan halte tersebut mengganggu dugaan benda cagar budaya (ODCB) Selamat Datang. Monumen.

Ia mengatakan, “Semua yang dibangun TransJakarta ada dasar hukumnya.”

Sejarawan JJ Rizal, melalui akun Twitter-nya, juga meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menghentikan pembangunan shelter ganda dan bertingkat di Bundaran HI dan Tosari.

Baca Juga: Rayakan HUT TNI ke-77, Sejumlah Alutsista Pamer di Bundaran HI

Selain memanjakan pemandangan, JJ Rizal menganggap halte bus itu untuk “memanfaatkan” kawasan bersejarah warisan Presiden Soekarno, yang meliputi tugu Selamat Datang dan air mancurnya, hotel Indonesia, hingga kawasan Sarinah.

“Tolong Pak Gubernur @aniesbaswedan hentikan pembangunan halte @PT_Transjakarta yang arogan di kawasan cagar budaya yang menandai sejarah transformasi dari kota kolonial menjadi kota warisan nasional Soekarno, jangan biarkan penghentian ini menjadi noda dalam buku-buku sejarah Pemerintahan Tuan Rich,” cuit JJ Rizal pada akhir September.

“Kalau pinjam jangan bercanda”

Bambang mengaku tidak mau menggunakan pendekatan hukum untuk mengkritik pembangunan halte TransJakarta Bundaran HI, meski menurutnya, dilihat dari standar operasional prosedur (SOP), pembangunan itu “buruk” karena tidak melibatkan tim ahli cagar budaya (TACB) dan uji coba restorasi, sesuai regulasi yang ditetapkan oleh Pemprov DKI Jakarta sendiri.

Arsitek yang juga anggota TACB itu mengatakan, pembangunan secara umum “tidak responsif”.

Sejak awal, TransJakarta, Bundaran HI, dan Halte Tosari dibangun di tengah jalan dan jalur hijau yang seharusnya menjadi tempat pepohonan. Namun, seolah belum cukup dengan halte, kini TransJakarta ingin melengkapinya di kawasan komersial. Hal ini, menurut Bambang, “tidak pantas” dan “tidak pantas”.

“Membuat halte saja sudah cukup, kan? Itu bukan tanahnya, kan? Kebetulan mereka mendapat pinjaman dari masyarakat, bisa digunakan, biasanya untuk pohon, tanaman, ada lampu jalan, sekarang digunakan untuk halte. Ya, tolong berhenti. Ada cukup perhentian.

Kenapa harus ada kafe di tengah jalan? Mengapa? Itu tidak berarti apapun. Kita tidak usah membahas cagar budaya, ini masalah kepatutan saja,” kata Bambang.

Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mengatakan argumentasinya bukan berarti tidak mendukung pembangunan shelter yang baik bagi masyarakat, namun Bambang berpesan agar pembangunannya “pada skala, posisi dan dimensi yang sesuai sebagai shelter”. .

Selain itu, banyak protes dan kritikan terhadap pembangunan tersebut.

“Jadi harus peka, peka terhadap publik. Sebagai milik umum (tanah) di jalur hijau, Anda diberi kesempatan untuk membangun halte, ya itu sopan,” kata Bambang.

Ia menilai, niat awal PT TransJakarta untuk merevitalisasi shelter adalah baik agar masyarakat bisa lebih nyaman menggunakan angkutan umum, namun sayangnya menurutnya pembangunannya sekarang sudah keterlaluan.

“Ini bukan terminal bandara, mungkin ada kafe, toko buku, segala macam. itu terlalu banyak“dia berkata.

Jembatan pejalan kaki yang canggung dan perlengkapan bambu yang tipis

Jelang Asian Games 2018, dua jembatan penyeberangan pejalan kaki (JPO) di Bundaran HI dan Tosari yang terhubung dengan halte TransJakarta dibongkar karena dianggap menghalangi monumen Selamat Datang yang akan menampung tamu Asian Games.

“Jadi nanti kita bisa merasakan Jalan Thamrin lurus tanpa JPO dan ketika sampai di bundaran HI kita akan melihat patung selamat datang lagi,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 22 Juli 2018 seperti dikutip Kompas.com.

Sebagai gantinya, dibuat penyeberangan pelican, sehingga pejalan kaki bisa menyeberang di fasilitas tersebut.

Selang beberapa bulan, pada 16 Agustus 2018, Gubernur Anies meresmikan instalasi bambu berukuran besar di depan monumen selamat datang di Bundaran Hotel Indonesia.

Instalasi bambu yang diberi nama Getah-getih ini merupakan karya seniman Joko Avianto yang nilainya mencapai Rp 550 juta.

Saat itu, Anies ingin membuat karya seni dari bahan-bahan Indonesia untuk mengakomodir momen Asian Games. Namun, sekitar pertengahan Juli 2019, fasilitas tersebut dibongkar oleh Pemprov DKI karena dinilai rapuh.

Menurut Bambang, keberadaan JPO yang dipandang menghalangi pandangan dan instalasi bambu yang sudah banyak ditentang banyak orang tidak semeriah keberadaan shelter bertingkat di kawasan yang sama.

Dia menyebut JPO dan fasilitas bambu “skalanya masih dalam toleransi.”

“Tapi yang mengejutkan semua orang saat ini adalah ternyata bundaran HI dengan monumen selamat datang, dan ada hotel Indonesia, dan Wisma Nusantara, ternyata menjadi satu kesatuan yang begitu kasar dan tidak beradab, terasa sama dengan kami. manusia. Kenapa parah? Itu yang kita tantang banget,” kata Bambang.

Halte TransJakarta Bundaran HI akan menjadi halte ikonik bersama dengan Halte Tosari, Halte Sarinah (Thamrin), Halte Dukuh Atas 1 dan Halte Integrasi Cikoko di Stasiun Cawang.

Awalnya, halte TransJakarta Bundaran HI dijadwalkan akan diresmikan pada Jumat (07/10) malam pekan lalu.

Namun, agenda pelantikan itu dibatalkan oleh Gubernur Anies Baswedan.

Namun, Anies masih datang ke tempat kejadian pada tengah malam, sekitar pukul 23.13 WIB dan mengatakan dia hanya melakukan “pemeriksaan”.

Anies juga tidak mengomentari protes dari berbagai pihak terkait pembangunan halte TransJakarta.

Source: www.suara.com

Related Articles

Back to top button