Berita Wisata

Universitas Shinhan menerima gelar doktor kehormatan dari tokoh pariwisata Yanti Sukamdani

Ketua Sahid Group, Komisaris Wiryanti Sukamdani, menerima gelar doktor kehormatan bidang pariwisata dari Shinhan University, Korea Selatan. Penghargaan atas sosok tersebut diberikan dalam rangka memperingati 50 tahun berdirinya universitas tersebut.

Pada acara penganugerahan yang dipandu oleh berbagai pertunjukan seni dan atraksi taekwondo dari Shinhan University tersebut, Duta Besar RI untuk Seoul Gandi Sulistiyanto, Ketua Yayasan Sahid Jaya Prof. Nugroho B. Sukamdani dan Atase Pendidikan KBRI Seoul Gogot Suharwoto.

Sementara itu, mengutip penjelasan resmi yang diterima hypeabis.id, Dalam sambutan penerimaan gelar doktor kehormatan bidang pariwisata dari Shinhan University, Wiryanti Sukamdani menyampaikan bahwa Indonesia kaya akan keanekaragaman budaya, tradisi sejarah dan keindahan alam. Semua ini terdapat di ribuan desa yang tersebar dari kota paling barat Sabang hingga kota paling timur Merauke.

Panorama keindahan alam pedesaan Indonesia memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat global, dan merupakan potensi yang harus kita kembangkan dan tingkatkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dengan tetap melestarikan alam dan kearifan lokal. “Kami percaya mereka akan membawa lebih banyak kemakmuran karena kami semakin melestarikannya,” katanya.

Menurut yang akrab disapa Yanti, potensi terbesar yang dapat dikembangkan dalam upaya meningkatkan kinerja pariwisata adalah melalui pengembangan desa wisata. Desa wisata merupakan perpaduan antara desa dan pariwisata.

Dari kiri ke kanan: Prof. Dr. Sapta Nirwandar, SE., DESS (Ketua Forum Pariwisata Indonesia), Bpk. Gogot Suharwoto (Atase Pendidikan KBRI Seoul, Ms. Marlinda Irwanti Poernomo (Kepala Sekolah Pascasarjana Sahid University Jakarta), Ms. Dr. (HC) Dra SB Wiryanti Sukamdani, CHA., Dr. Kang Sung-jong (President of Shinhan University), HE Gandi Sulistyanto (Duta Besar Indonesia di Seoul), Prof. Dr. Nugroho B Sukamdani, MBA, BET (Ketua Yayasan Sahid Jaya), Aryo Kusumadharma (Kepala Pengembangan Produk dan Operasi Perusahaan Sahid Group.

Dari kiri ke kanan: Prof. Dr. Sapta Nirwandar, SE., DESS (Ketua Forum Pariwisata Indonesia), Bpk. Gogot Suharwoto (Atase Pendidikan KBRI Seoul, Ms. Marlinda Irwanti Poernomo (Kepala Sekolah Pascasarjana Sahid University Jakarta), Ms. Dr. (HC) Dra SB Wiryanti Sukamdani, CHA., Dr. Kang Sung-jong (President of Shinhan University), HE Gandi Sulistyanto (Duta Besar Indonesia di Seoul), Prof. Dr. Nugroho B Sukamdani, MBA, BET (Ketua Yayasan Sahid Jaya), Aryo Kusumadharma (Manajer Pengembangan Produk & Operasi Perusahaan Sahid Group (Sumber gambar: Dok. Sahid Group)

Desa wisata, kata Yanti, memberikan pengalaman yang memadukan akomodasi, atraksi dan fasilitas pendukung lainnya yang dihadirkan dalam sebuah struktur yang menyatu dengan kehidupan dan kearifan masyarakat setempat. Oleh karena itu, sebuah desa wisata harus memiliki konsep yang matang dan kreatif untuk menarik wisatawan berkunjung.

Desa wisata memegang peranan penting dalam pengembangan pariwisata nasional Indonesia. Indonesia memiliki 83.931 desa yang tersebar di seluruh nusantara. Sebanyak 7.275 di antaranya telah menjadi desa wisata. Artinya, masih ada ribuan desa lain yang menunggu untuk disulap menjadi desa wisata.

“Saya hanya bisa membayangkan jika ini terjadi, maka pusat ekonomi pariwisata berbasis desa akan tumbuh subur di Indonesia,” ujarnya.

Ia mencontohkan banyak desa wisata yang telah berhasil dikembangkan di Indonesia, seperti desa wisata Panglipuran di Bali, desa wisata Ponggok dan desa wisata Wanurejo di Jawa Tengah, serta Pujon Kidul di Jawa Timur. .

Yanti mengaku telah berkecimpung dalam industri pariwisata selama lebih dari 45 tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan membidangi pariwisata juga berkesempatan untuk berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan kebijakan untuk pengembangan sektor pariwisata di Indonesia, melalui keterlibatannya dalam dewan eksekutif, dan partai politik.

“Saya percaya bahwa banyak peluang ekonomi bekerja dan memiliki analogi dengan sektor pariwisata. Keyakinan saya didasarkan pada pengalaman saya di industri perhotelan dan pariwisata dan fakta bahwa saya dipercaya untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang membuat berbagai kebijakan pengembangan pariwisata di Indonesia.

Indonesia dan Korea Selatan, kata Yanti, memiliki banyak kesamaan, seperti kedua negara memiliki budaya yang mengutamakan kekeluargaan, kebersamaan, kepedulian terhadap sesama, prinsip persatuan masyarakat dalam konteks gotong royong yang kita di indonesia sebut dengan gotong royong dan menghargai perbedaan. dan harmoni.

Dengan kesamaan tersebut, Indonesia dan Korea Selatan berpeluang menjalin kerjasama melalui berbagai kerjasama, termasuk kerjasama di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif.
Korea Selatan adalah negara dengan pertumbuhan yang sangat mengesankan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Banyak destinasi wisata populer di Korea Selatan yang dibalut dengan budaya yang kaya seperti musik, film drama, produk kecantikan, makanan, dan ginseng. Industri kreatif Korea Selatan dianggap sebagai pusat perhatian global berkat Hallyu atau Korean wave (K-wave) yang mempopulerkan K-Pop dan grup musik, seperti BTS, Blackpink, dan Crush Landing on You.

Menurut Yanti, produk kreatif ini tidak terjadi dalam semalam. Negara telah melakukan perencanaan yang sangat matang, terutama karena sektor swasta dan ekosistem telah berhasil dikembangkan. Jenis ekosistem ini dapat diadopsi oleh Indonesia, khususnya dalam rangka pengembangan ekosistem desa wisata sehingga desa-desa tersebut menjadi tujuan utama wisatawan mancanegara.

Dari desa wisata akan muncul berbagai industri kreatif seperti oleh-oleh, makanan, batik, jamu, produk tenun tradisional, obat-obatan yang bahan baku utamanya adalah tanaman asli desa itu sendiri. Namun, ada pesan penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan desa wisata: meskipun produk dan layanan kreatifnya masih tradisional. “Layanan harus sesuai dengan standar perhotelan internasional dan didukung oleh teknologi digital.”

Oleh karena itu, lanjut Yanti, pengembangan desa wisata harus direncanakan secara komprehensif dan holistik untuk mencapai tujuan dan pengembangan desa wisata yang berkelanjutan.

“Yang saya maksud dengan tujuan di sini adalah pelestarian lingkungan, sosial dan budaya masyarakat setempat melalui desa wisata akan mengalami pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan, mengurangi pengangguran dan akan memajukan budaya,” dia menjelaskan.

Apalagi, jelasnya, ada satu hal yang sangat penting yang sering luput dari perhatian pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan pariwisata, padahal kepentingannya semakin meningkat untuk koherensi pengembangan desa wisata. “Memang pengembangan desa wisata harus dibarengi dengan anggaran yang memadai.”

Bahkan, kata Yanti, sejak tahun 2015 pemerintah Indonesia telah mengucurkan dana khusus yang dialokasikan untuk desa, sehingga setiap desa sudah mendapatkan dana desa. Namun dana desa tidak dapat dialokasikan 100% untuk pembangunan desa wisata karena pembangunan juga harus terjadi pada sektor lain yang mungkin menjadi prioritas masyarakat desa, sehingga dalam hal ini kebijakan penganggaran juga harus berpihak pada sektor pariwisata. Desa.

Oleh karena itu, diperlukan anggaran khusus untuk menjamin keberlangsungan berbagai program pembangunan desa wisata. “Di sinilah perlunya suatu kebijakan fiskal harus dituangkan dalam suatu kebijakan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Peran legislator sangat sentral dalam upaya mendorong pemerintah untuk fokus pada alokasi anggaran untuk pengembangan desa wisata di Indonesia,” jelasnya.

Baca juga: Pariwisata Beralih ke Pariwisata Berkelanjutan, Ini Artinya

Kebijakan fiskal, kata Yanti, merupakan salah satu bagian terpenting dalam penyelenggaraan keuangan negara atau daerah. Pengaruh politik terhadap anggaran tidak hanya dalam tahap persiapan, tetapi juga dalam pengelolaannya. Pengelolaan anggaran dimulai pada tahap perencanaan, pengendalian, penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban

Tujuan kebijakan fiskal, kata dia, adalah membelanjakan uang rakyat secara tepat, terarah, adil dan penuh pertimbangan guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Selain itu, kebijakan fiskal juga bertujuan untuk mencari arah dan prioritas tujuan pembangunan nasional, serta untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga pelaksanaannya harus sesuai dengan program yang telah disusun, dalam terjadinya program pengembangan desa wisata. .

Di akhir sambutannya, Yanti menyampaikan harapannya untuk kerjasama yang lebih erat antara Korea Selatan dan Indonesia, khususnya kerjasama di bidang pariwisata.

Penerbit : Indyah Sutriningrum

Source: hypeabis.id

Related Articles

Back to top button