Berita Wisata

Video viral petani menangis saat mencabut tanaman cabai dan semangka di Tanah Hujan

KULON PROGO, KOMPAS.com – Petani menangisi gagal panen akibat lahan pertanian pasir pantai yang tergenang air hujan di Desa Banaran, Kapanewon Galur, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Video petani menangis di tengah kemarahan telah menjadi viral.

Dalam video tersebut, petani tersebut mengenakan jas hujan plastik yang retak. Berjalan melalui genangan air hujan hampir setinggi lutut.

Mereka mencabut pohon lada dan melemparkannya ke dalam genangan air.

Begitu pula di ladang lainnya, ambil buah semangka yang kulitnya masih matang lalu buang buahnya ke dalam kubangan.

Baca Juga: Seorang Bayi di Bantul Meninggal Karena Gagal Ginjal Akut Misterius, Ini Kisah Sang Ayah

Gagal panen oleh sebagian petani menghantui tambak pasir pantai Banaran, Galur. Lahan pertanian berada di luar kompleks wisata Pantai Trisik.

Seorang petani di lahan tergenang ini mengaku gagal memanen semangka dan cabai seluas 3.000 meter persegi selama musim tanam ini.

“Semangka dan cabai yang gagal karena hujan terendam,” kata Sunardi dari rumahnya, Kamis (20/10/2022).

Hujan deras baru-baru ini membanjiri tanah Subardi tadi malam.

Air membasahi ladang semangka yang baru berumur 42 hari dan siap dipetik minggu depan.

Air tersebut juga merendam sekitar 5.400 cabai merah keriting yang berumur 52 hari dan sudah mulai berbuah.

Subardi mengatakan semua tanaman rusak.

“Semangka itu meski dilihat keranjang (pengumpul). Tapi kejadiannya seperti itu,” kata Subardi.

Semua karena hujan tahun ini tidak dapat diprediksi. Subardi telah bercocok tanam sejak tahun 1990-an.Biasanya ramalan hujan pada bulan November.

“Sebenarnya belum musim hujan, karena seharusnya November-Desember. Musim hujan kini telah tiba. Ini tidak terduga. Karena biasanya (sekarang) masih kering. Dulu, ramalan musim hujan masih jauh. Habis panen, hujan turun,” kata Subardi.

Sekarang dia harus siap kalah. Harga cabai yang seharusnya Rp 30.000 per kilogram, kini turun menjadi Rp 9.000.

Padahal, cabai hijau di tingkat petani hanya Rp 2.000 hingga Rp 3.000. Begitu pula dengan semangka yang turun menjadi Rp 800 per kilogram.

Sedangkan modal yang dikeluarkan Rp 3 juta hingga Rp 4 juta untuk bibit pohon, bukan untuk obat dan sejenisnya.

Di ladangnya, ia menggunakan kotoran ternak dengan cara fermentasi. Hasilnya terlihat menggembirakan, dengan banyak pohon berbuah dan rimbun.

Ia memprediksi, pendapatan yang didapat minimal Rp 10 juta-Rp 15 juta. Tapi hasilnya berkata lain.

“Kami menunggu perhatian pemerintah, misalnya mengembalikan modal karena kami tidak punya modal lagi,” kata Subardi.

Subardi merupakan salah satu petani yang banyak mengalami kerugian akibat perubahan musim.

Gagal panen dan kerusakan terjadi pada berbagai tanaman di sekitar 30 hektar lahan pertanian Grup Sidodadi.

Ketua Kelompok Tani Sidodadi Ngadimin mengatakan selain semangka, petani yang menanam melon dan sayuran juga mengalami panen yang buruk.

Kerusakan terbanyak pada tanaman cabai merah.

“(Non panen) semangka lima hektar, melon tujuh hektar dan cabai keriting 20 hektar. Belum lagi ladang sayur-sayuran, seperti terong,” kata Ngadimin.

Lahan pertanian di pesisir mengikuti kontur perbukitan dan lembah bukit pasir. Jadi ada yang menanam di perbukitan, ada yang di lembah.

Gagal panen terjadi di dataran rendah di mana air hujan terakumulasi dalam semalam.

“Meskipun tanah berpasir bisa tergenang, tanah berpasir tidak rata dan tidak tergenang air. Kalau buahnya besar, kalau tidak cepat dikeluarkan, rasanya kurang enak dan tidak manis,” kata Ngadimin.

Selama ini banyak tanaman cabai yang terinfeksi jamur fusarium yang menyebabkan tanaman menjadi layu.

Baca Juga: Ikuti Arahan Jokowi, Pemkot Semarang Rancang Program Ketahanan Pangan Untuk Atasi Resesi 2023

Cabai hijau terpaksa dipanen dan membanjiri pasar sehingga harga turun. Cabai rawit akan rusak sampai mencapai pasar.

“Cabai turun dari Rp 38.000 menjadi Rp 10.000. Padahal hijau hanya Rp 5.000. Harga semangka turun menjadi Rp 800 per kilogram di tingkat petani”, kata Ngadimin.

Kesulitan petani tidak berhenti pada kerugian. Ngadimin mengatakan sebagian petani kesulitan karena terbentur pinjaman bank untuk modal awal.

Keberhasilan menanam dan memanen selama ini membuat petani berani meminjam uang ke bank untuk modal kerja.

Mereka harus meminjam uang karena semuanya naik harga, dari obat-obatan hingga pupuk.

Namun, karena prediksi itu salah. Banyak petani yang mewaspadai utang bank ini. Tak heran beberapa petani menangis.

Ngadimin mengaku sedih dengan hasil panen yang buruk dan rusaknya tanaman beberapa petani di kelompoknya.

Ini ironi bagi pertanian Trisik yang juga mendukung pasokan cabai dari daerah lain.

Baca Juga: Polda Yogyakarta Amankan Penganiaya Pembunuh Mahasiswa Timor Leste

Cabai dari petani Trisik dipasok ke Palembang, Jambi dan Riau dan Batam.

Dalam keadaan normal, panen cabai merah bisa mencapai 20 ton per hektar.

Semangka dan melon juga bisa 20 ton per hektar. Padahal, pada musim panen yang baik, petani menghasilkan 20 ton sehari.

Dapatkan pembaruan berita terpilih dan berita Baru setiap hari di Kompas.com. Jom join grup telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link lalu join. Pertama, Anda perlu menginstal aplikasi Telegram di ponsel Anda.

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button