Berita Wisata

Banyak Sampah, Hutan Kota Plumbungan Sragen Kini Jadi Obyek Wisata Edukasi – Solopos.com

Hutan kota di kawasan Plumbungan, Karangmalang, Sragen yang dulunya merupakan tempat pembuangan sampah kini telah disulap menjadi objek wisata berbasis Edu-Eco Tourism.

Senin 7 November 2022 – 01:18 WIB


Penulis:
Tri Rahayu

Editor: Suharsih | Solopos.com

SOLOPOS.COM – Siswa SD melakukan uji coba Pendidikan dan Wisata Konservasi atau Edu-Eco Tourism di hutan Kota Plumbungan, Kabupaten Karangmalang, Sragen Jumat lalu (2/11/2022). (Khusus/LPPM UNS Solo)

Solopos.com, SRAGEN — Sragen memiliki objek wisata edukasi dan konservasi alam baru di hutan kota kawasan Plumbungan, Karangmalang. Pariwisata berbasis pemberdayaan masyarakat diuji akhir pekan lalu.

Wisata hutan kota dengan konsep Edu-Eco Tourism ini digagas oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata dan Kebudayaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo bekerjasama dengan PT Japfa Comfeed.

Program tersebut dilakukan bersama warga Bank Sampah Karang Becik (Kecik) di Kampung Karang, Desa Plumbungan, Karangmalang, Sragen.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata dan Kebudayaan LPPM UNS, Istijabatul Aliyah, saat dihubungi solopos.com, Minggu (6/11/2022), terungkap uji coba wisata hutan kota dengan konsep Eco-Edu Tourism di Plumbungan ini merupakan tahap keempat dari program kerjasama UNS-Japfa.

Dijelaskannya, langkah pertama yang telah dicapai dengan penguatan kelembagaan pengelolaan sampah. Pencapaian ini didasarkan pada capaian program yang telah dicapai Japfa dengan dukungan UNS pada tahun-tahun sebelumnya.

Baca juga: Diresmikan Bupati, Sragen Punya Desa Wisata Baru dengan Konsep Edukasi dan Religi

Sebelumnya, PT Japfa telah melakukan investasi sosial berupa pengelolaan hutan kota sebagai ruang terbuka hijau, rekreasi, pendidikan dan konservasi yang disebut Taman Harmoni.

“Penguatan kelembagaan dilakukan agar Bank Sampah Kecil menjadi contoh pengelolaan sampah masyarakat yang terintegrasi. Hanya 5-10% sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA)”, jelasnya.

Aplikasi sampah

Pada tahap kedua pengembangan wisata hutan kota di Plumbungan, Sragen, adalah memperkenalkan teknologi untuk pengembangan aplikasi tabung sampah. Aplikasi ini ditujukan untuk pengelolaan sampah dengan registrasi terkontrol berbasis teknologi

Istijasaul melanjutkan, langkah ketiga telah dicapai dengan mengembangkan konsep pengelolaan sampah terpadu, khususnya sampah organik, untuk menyusun strategi dan mengelola kegiatan pariwisata.

Baca Juga: Diikuti Ratusan Warga, Ini Budaya Kemeriahan Pasar Bahulak Sragen

Dikatakannya, pada tahap ini masyarakat sudah mampu mengenali potensi akar rumputnya dan kemudian mengubah potensi tersebut menjadi daya tarik dalam pengembangan pariwisata lokal, nasional dan internasional.

“Tahap keempat ini hadir dalam bentuk eksperimen Eco-Edu Tourim, dengan melakukan perjalanan terorganisir untuk eksperimen di pasar wisata Soloraya. Sasarannya mulai dari anak sekolah hingga keluarga,” katanya.

Menurutnya, masing-masing pihak yang terlibat memiliki peran. UNS misalnya memberikan kajian tentang pengembangan wisata hutan kota di Plumbungan, Sragen, dan pengembangan konsep Edu-Eco Tourism yang bermanfaat dan berdampak mendukung izin sosial untuk beroperasi (SLO) dari Japfa.

“UNS juga berperan memfasilitasi, melatih dan mendampingi kelompok dalam pengembangan dan implementasi wisata edukasi dan konservasi di hutan kota JAPFA Sragen Harmoni Hijau,” ungkapnya.

Baca Juga: Uniknya, Obyek Wisata Gunungsono Miri, Sragen, Memiliki Rumah Pohon Berlatar WKO

Keanekaragaman hayati

Ia mengatakan kerjasama UNS dan Japfa dimulai pada 2019, termasuk pemetaan potensi dan keanekaragaman hayati Hutan Kota Plumbungan. Dikatakannya, dari hasil pemetaan, ditemukan lebih dari 59 jenis tumbuhan, dan 15 di antaranya belum teridentifikasi nama dan manfaat tumbuhan tersebut.

Pemetaan keanekaragaman hayati juga mendukung pemetaan masalah sosial dan masalah sampah. Awalnya, Hutan Kota Plumbungan menjadi tempat pembuangan sampah yang tersembunyi. Di sisi lain, pada malam hari juga rawan terjadi kejahatan.

“Ternyata sampah itu berasal dari masyarakat sekitar. Japfa melakukan penelitian terhadap timbunan sampah dan hasilnya menunjukkan bahwa 40% sampah adalah anorganik dan sisanya organik. Konsep RTH tersebut bisa menjadi Ecu-Eco Tourism dan pada 2020 akan mendapat persetujuan dari Bupati Sragen,” ujarnya.

Baca Juga: 2 Tahun Berturut-turut, Inilah Rentetan Pekerjaan Rumah dari Pasar Bahulak Hingga Karungan Sragen

Lanjutnya, Japfa kemudian menggagas lahirnya Bank Sampah kecil yang menjadi ujung tombak untuk memastikan hutan kota tidak menjadi tempat pembuangan sampah.

Juga pada tahun 2020, Petite Banque des Déchets dipercaya untuk mengelola hutan kota. “Tahun 2021 akan ada pandemi Covid-19. Tahun 2022 bayang-bayang kota kembali. Saat itu dilakukan uji coba Eco-Edu Tourism,” jelasnya.

Hanya untukmu

Inspiratif dan informatif

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button