Berita Wisata

Bekerja Sama dengan ITN Malang, Kantor PRKP2 Lembata Gelar Diskusi Kelompok Tahap II dan Konsultasi Publik – Media NTT

Kepala Biro PRKP2 Lembata Simon Langoday (kanan) memberikan arahan.

LEWOLEBA, mediantt.com – Sebagai bagian dari penyusunan dokumen teknis Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) Kabupaten Lembata, Dinas Perumahan, Perumahan, dan Kawasan (PRKP2) Kabupaten Lembata bekerjasama dengan Badan Institut Teknologi (ITN) Malang, menggelar diskusi kelompok (FGD) dan konsultasi publik tahap II, di lobby gedung perpustakaan daerah, Selasa (22/11/2022).

Kegiatan yang dibuka oleh Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Lembata, Simon Emi Langoday ini menghadirkan pembicara Antonio Heltra Pradana, ahli arsitek yang juga dosen ITN Malang, Jawa Timur. . .

Peserta yang hadir antara lain Camat Nubatukan, Camat Wulandoni, Camat Lebatukan, Camat Omesuri, Camat Buyasuri, Camat Lewoleba, Camat Lewoleba Tengah, Camat Lewoleba Utara. , Kepala Desa Merdeka, Kepala Desa Balauring, Kepala Desa Umaleu, Kepala Desa Wulandoni, Kepala Desa Pantai Harapan, Kepala Desa Atakera dan Kepala Desa Leworaja.

Diskusi panel dan konsultasi publik ini merupakan kelanjutan dari diskusi panel Tahap I yang dilaksanakan pada 23 September 2022.

Simon Langoday dalam arahannya menjelaskan, di beberapa kawasan pesisir kota Lewoleba, di Kecamatan Wulandoni, Omesuri, Buyasuri dan Lebatukan, sudah menjadi kawasan kumuh yang perlu segera ditata ulang.

“Saat kami ke pulau bekicot bersama rombongan bupati, kami sempat jalan-jalan sedikit di sekitar rumah Bajo. Kita lihat kedalamannya sangat kecil, kemudian perkampungan kumuh sangat tinggi karena tumpukan sampah yang dibuang ke laut,” kata Simon Langoday.

Menurutnya, dari segi sanitasi sudah tidak bisa dipertahankan lagi karena terlalu kotor sehingga menjadi salah satu pemicu tingginya stunting di Lembata.

Karena itu, Plt. Bupati Marsianus Jawa memerintahkannya untuk membangun kanal khusus. “Kadis, ini butuh saluran khusus karena sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Mau tidak mau, kita harus mengatur kegiatan di sana,” kata Simon Langoday, senada dengan ucapan Plt. Marsianus Jawa saat itu.

Ia kemudian mencontohkan 70% sampah kota mengalir ke laut pada musim hujan, sehingga pengelolaan sampah harus dilakukan secara holistik.

“Prosedur pengolahan limbah harus lebih baik, jangan sampai semua limbah dibuang ke laut,” ujarnya.

Disinggung juga soal jaringan air minum, kata dia, pihaknya ingin membangun kawasan, sehingga yang pasti sebagian kawasan itu air bersih layak konsumsi.

Ia mencontohkan permukiman kumuh di pesisir Pantai Rayuan Kelapa, Desa Lewoleba Utara, yang perlu dibangun atau didesain ulang.

“Berapa kepala keluarga (KK) yang harus tinggal di sana, dari sisi kajian kesehatan, berapa banyak mengingat luas Rayuan Coco tidak mencapai 5 hektar,” kata Langoday.

Jika demikian, lanjutnya, apakah ada kajian terkait pemukiman kembali sebagai pembanding untuk pergi atau tidak. Kemudian, penyiapan kawasan terkait relokasi warga pesisir dari Rayuan Kelapa ke Kampung Nyamuk harus dipersiapkan dengan baik.

Ia juga mengkritisi fakta hidup di laut, “Bagaimana laut bisa disertifikasi? Ada, dan yang saya temukan di pekuburan Tionghoa disana, ada orang yang memiliki rumah yang berada di laut dan dia memiliki sertifikat dan sertifikatnya dikeluarkan. Hei, apakah ada yang lain?” Langoday bertanya dengan heran.

Menurut dia, setelah dilakukan penelusuran, belum ada aturan di BPN tentang larangan sertipikat hak atas tanah di sekitar garis pantai. Hal ini diperparah dengan ditemukannya di pantai, mengambil pasir dari pulau pasir, kemudian membangun saluran penahan untuk membangun rumah.

“Kondisi ini yang kita lihat dan sengaja dilakukan agar karang laut kita dimusnahkan. Akibatnya hewan laut yang mampu mengurai sampah sudah tidak ada lagi. Ini kondisi yang kita ciptakan sendiri,” ujarnya mengenang.

Selain itu, di Pantai SGB Bungsu, di belakang Hotel Anisa, masih ada orang yang membuat pondasi rumah di laut.

Dari situasi tersebut, kata dia, harus ada penataan kembali kawasan pemukiman untuk mencegah abrasi pantai agar tidak ada lagi permukiman kumuh di pesisir. Hal ini membutuhkan ketegasan dari pihak pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Karena itu, ia mengajak para peserta diskusi untuk mendorong isu ini lolos di Musrembang kabupaten nanti. Dengan demikian, rencana penataan kembali kawasan kumuh dapat berjalan dengan baik. (baon)

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button