Berita Wisata

BKSDA akhirnya membatalkan pembangunan patok di dinding Lembah Harau

  • Terakhir, proyek pembangunan landmark Taman Wisata Alam Tebing Harau dibatalkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumbar. Lokasi pemasangan tag akan dipindahkan ke lokasi lain yang bukan merupakan kawasan inti geopark.
  • Ardi Andono, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, mengatakan pembatalan fasilitas bersejarah tersebut diputuskan oleh Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
  • Osronita, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geopark dan Lingkungan Universitas Taman Siswa Padang, dalam pertemuan itu mengatakan Lembah Harau merupakan salah satu potensi geologis berharga dunia di barat dari Sumatera. Proses pengajuan sebagai Geopark Nasional dan Global masih berjalan meskipun sangat lambat karena belum ada respon dari daerah.
  • Wilson Novario, peneliti hewan dari Universitas Andalas (Unand), mengatakan landmark di tebing Harau itu kurang tepat. Selain berpotensi mengurangi keaslian tebing, lokasi tebing juga menjadi tempat persilangan hewan.

Setelah mengumpulkan berbagai kritik, akhirnya rencana produksi Tengara Taman Wisata Alam Tebing Harau telah dibatalkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat. Lokasi proyek akan dialihkan ke lokasi lain yang bukan merupakan kawasan inti geopark.

Ardi Andono, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, mengatakan pembatalan fasilitas tersebut Tengara Hal itu diputuskan oleh Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

“Sesuai dengan instruksi Menteri, kami telah membatalkan pemasangan tugu tersebut. Jadi apapun yang Pak Menteri instruksikan, kami ikuti dan kami patuhi,” ujarnya usai rapat tindak lanjut bersejarah di Taman Wisata Alam Lembah Harau di kantor BKSDA Sumbar pada 10 November lalu. .

Beberapa hal yang disepakati dalam pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pakar tersebut antara lain, pertama sepakat menerima keputusan untuk tidak memasang surat penunjukan TWA Lembah Harau di lokasi tebing yang merupakan kawasan inti cagar alam tersebut.

Keduapemasangan tiang di dataran rendah, lebih dalam di tanah BKSDA agar tidak menggunakan tanah masyarakat. Ketiga, istilah “landMark” telah diganti dengan “papan tanda”

“Kami dari BKSDA Sumbar, ahli geologi dan masyarakat setempat akan menentukan lokasinya,” kata Ardi.

Dia memperkirakan proyek senilai Rp 182 juta itu akan selesai pada tahun baru.

Pertemuan ini dihadiri oleh berbagai pakar, mulai dari ahli geologi, pakar geopark, pakar dan praktisi pariwisata, serta dosen dari beberapa universitas. Selain itu hadir pula aparat pemerintah dan unsur masyarakat dari tingkat nagari, kabupaten, provinsi.

Baca juga: Saat Rencana Sejarah BKSDA di Tembok Harau menuai kritik

Rapat koordinasi di kantor BKSDA Y ini mempertemukan para pakar dari berbagai bidang.  Foto: Vinolia/ Mongabay IndonesiaRapat koordinasi di kantor BKSDA Y dihadiri para pakar dari berbagai bidang. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

Ade Edward, ahli geologi yang ditunjuk sebagai juru bicara untuk mempresentasikan hasil pertemuan tersebut, mengatakan berdasarkan hasil pertemuan tersebut, proyek tersebut tidak dibatalkan dan dipindahkan lokasinya. “Intinya pembangunannya bagus, tapi detail dan penempatannya benar-benar disesuaikan agar tidak mengganggu atau merusaknya,” ujarnya.

Pada zaman Belanda, sebuah prasasti dibangun di lembah Harau, tepat di sebelah air terjun/kolam Sarasah Bunta. Pada awal kemerdekaan juga terdapat prasasti Sarasah Aka Barayun.

“Itu saja kita lanjutkan. Ada brand tag di dekatnya. Di bawah, tidak perlu di tebing. Rencana awal (di tebing) batal, tapi pembangunan dilanjutkan. Merek dipasang di bawah, bukan di area tengah (geopark) ),” kata Ade.

Adi Putra, Kepala Urusan Pemerintahan Nagari Tarantang, menerima keputusan rapat tersebut. “Kami sepakat kegiatan ini akan dikaji dari lokasi kawasan inti hingga ke lokasi-lokasi yang memungkinkan. Yang ahli pasti punya (ilmu) jalan (pembangunan) yang terbaik. Tengara masih berlangsung,” ujarnya.

Sebelumnya, rencana pembangunan yang diumumkan BKSDA Sumbar pada awal November lalu dibanjiri kritik dari warganet, pegiat lingkungan, ahli geologi, dan pakar pariwisata. Proyek ini dianggap tidak berguna, merusak keaslian situs dan lanskap, dan bertentangan dengan semangat konservasi.

Penanda area bangunan bertuliskan “TWA Lembah Harau”. Di bawah ini adalah prasasti yang lebih kecil: “BKSDA Sumatera Barat-50 Kota”. Posisi penanda digantung atau ditempel di sisi tebing, menghadap ke arah datangnya pengunjung atau barat daya. Lokasi ini milik Nagari Tarantang, Kecamatan Harau, Limapuluh Kota.

Rencana awal, kata Ardi, pembangunan Tengara sesuai dengan tuntutan penduduk. Penulisan sejarah diyakini dapat meningkatkan kunjungan wisatawan. Diklaim pembangunan tersebut telah mengikuti aturan yang berlaku dan tidak berdampak negatif bagi kawasan.

Tebing lembah Harau.  Foto: Vinolia/ Mongabay IndonesiaTebing lembah Harau. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

Kandidat Geopark Global

Osronita, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geopark dan Lingkungan Universitas Taman Siswa Padang, dalam pertemuan itu mengatakan Lembah Harau merupakan salah satu potensi geologis dunia yang berharga di barat dari Sumatera. Proses pengajuan sebagai Geopark Nasional dan Global sedang berjalan meskipun sangat lambat karena belum ada respon dari daerah.

Dalam webinar beberapa waktu lalu, lanjut Osronita, dirinya menyampaikan kekayaan Geopark Lembah Harau kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), namun koordinasinya belum maksimal.

“Itulah yang sangat kami rindukan. Koordinasi dari pusat ke daerah belum optimal. Artinya masih banyak OPD (organisasi perangkat daerah) yang belum begitu memahami betapa pentingnya menjaga situs geologi,” katanya.

Hutan Geopark adalah zona BKSDA tetapi dalam hal kebijakan pengamanan situs geologis yang bernilai dunia, itu hanya soal penentuan. “Kami sudah menyampaikan surat ke pusat, akan segera dikeluarkan SK keputusan bahwa Lembah Harau memiliki nilai global. Sahabat satu-satunya di dunia, yaitu Taman Nasional Yosemite (di Amerika Serikat). Oleh karena itu, terdapat peluang besar bagi Lembah Harau untuk menjadi Global Geopark.

Osronita mengatakan, berdasarkan aturan UNESCO, kawasan inti sebuah situs geologi hanya bisa diamati dan tidak bisa dilakukan apa-apa. Di Lembah Harau, pemerintah Hindia Belanda bahkan pernah mengeluarkan peraturan yang tertuang dalam tiga monumen di kawasan itu.

“Ada tiga monumen di Lembah Harau. Tugu tersebut menyatakan bahwa dilarang mengganggu, merusak, dan mengubah lingkungan Cagar Alam Lembah Harau. Hal ini sesuai dengan UNESCO, wilayah pusat hanya boleh diamati. »

Dengan begitu, kata dia, rencana pemasangan landmark di tebing Lembah Harau akan mengganggu kawasan inti. Tulisan sepanjang 45 meter dan tinggi empat meter itu akan menghambat kegiatan penelitian, pendidikan, dan konservasi. Dia berpendapat bahwa landmark tersebut dipasang di luar area pusat.

M Zuhrizul, aktivis pariwisata yang hadir dalam pertemuan tersebut, mengatakan niat BKSDA Sumbar untuk membantu memajukan pariwisata patut diapresiasi. Sejumlah taman wisata alam mulai diperbaiki namun dipasang Tengara di tebing Harau tidak benar.

Tempat wisata di depan titik selfie, kata dia, mulai ditinggalkan pengunjung. Sejumlah destinasi tersebut sudah mulai tutup. Bahkan, destinasi selfie termasuk dalam lima besar destinasi wisata membosankan/lengket di Indonesia.

“Tanda besar (tulisan) menempati tempat pertama. Titik selfie nomor dua, seperti (simbol) menyukai di tepi danau. Nomor tiga adalah tempat yang dicat, seperti desa yang penuh warna. Nomor empat, tempat yang membayar (tiket) dua kali. Kelima, ketegasan daerah soal kebersihan (tempat wisata kotor),” ujarnya.

Presiden Ikatan Pariwisata Minat Sumbar (IATTA) itu menambahkan, tempat-tempat wisata seperti yang disebutkan saat ini mudah menghasilkan uang bagi masyarakat secara instan. Namun, menurutnya konsep tersebut tidak berkelanjutan.

Turis berfoto di Tembok Harau yang fenomenal. Mulai saat ini keaslian dinding akan dilekatkan pada suatu tanda yang akan mengurangi keaslian dan keindahan batu tersebut. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

jalan binatang

Wilson Novario, peneliti hewan dari Universitas Andalas (Unand), mengatakan: Tengara di tebing harau kurang tepat. Selain dapat mencederai keaslian tebing, lokasi tebing juga menjadi jalur masuk hewan.

“Sekilas kelihatannya tidak banyak hewan yang mengakses dinding harau, namun jika kita amati lebih detail, kita akan melihat berbagai jenis burung dan primata yang menggunakan jenis tanaman/pohon di dinding harau, salah satunya adalah monyet ekor panjang.”

Wilson menuturkan, Harau memiliki keragaman yang unik karena adanya dinding batu yang terbentuk akibat peristiwa alam jutaan tahun lalu. “Dengan demikian, konsep keanekaragaman hayati dapat diukur pada tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman genetik, keanekaragaman spesies dan keanekaragaman ekosistem,” ujarnya.

Tebing Harau, kata dia, memiliki nilai keanekaragaman ekosistem karena terdapat dinding batu. “Ini adalah bentuk ekosistem yang unik dan tidak ada di mana-mana. Inilah mengapa tembok Harau merupakan ekosistem yang harus dilestarikan keunikan dan kelangkaannya.”

Dengan bertindak di tembok Harau, katanya, sebenarnya berpotensi menurunkan nilai universal nilai luar biasa (TERLIHAT).

“Jadi perlindungan utama di Harau sebenarnya karena keunikan temboknya. Jadi dari segi pengelolaan, Harau itu terdiri dari dua, satu cagar alam, satu lagi taman wisata alam, jadi idealnya tentu saja sebagai Harau dilindungi karena keunikan temboknya. Tembok harus menjadi bagian sentral yang harus dijaga dan bebas dari segala bentuk aktivitas.

Keindahan Lembah Harau yang terbentuk dari aktivitas alam jutaan tahun yang lalu.  Foto: Wikipedia/ Mongabay IndonesiaKeindahan Lembah Harau yang terbentuk akibat aktivitas alam jutaan tahun lalu. Foto: Wikipedia/ Mongabay Indonesia

********

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button