Tempat Wisata

Budaya Osing Banyuwangi 2022, Adat, Adat dan Bahasa

Suku Osing Banyuwangi merupakan suku asli Banyuwangi yang masih memegang teguh adat dan budayanya hingga saat ini.

Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di ujung timur pulau jawa. Banyuwangi tidak hanya memiliki destinasi wisata yang indah, tetapi juga masyarakat adat dengan adat dan budaya yang kuat.

Jika Anda berlibur ke Banyuwangi, jangan lupa untuk mengunjungi Desa Kemiren, karena di situlah suku Osing Banyuwangi tinggal.

Sekilas tentang Suku Osing Banyuwangi

Suku Osing Banyuwangi berasal dari Banyuwangi. Mereka menempati beberapa kecamatan di Banyuwangi seperti Rogojampi, Kemiren, Sempu, Gelagah dan masih banyak lainnya.

Suku ini juga memiliki budaya dan adat istiadat yang kuat dan dipertahankan hingga saat ini. Kehidupan sehari-hari suku ini sebagian besar terdiri dari bertani dan berkebun. Sebelumnya suku ini menganut agama Hindu seperti pada zaman Kerajaan Majapahit. Namun, ketika penyebaran Islam mencapai Indonesia, cukup banyak yang memeluk Islam.

Sejarah dan asal usul nama

Suku Osing atau orang Osing berasal dari Banyuwangi yang juga dikenal dengan Laros, singkatan dari Lare Osing atau Wong Blambangan. Osing sendiri berarti “tidak”. Julukan Osing belum tentu keinginan Blambangan, melainkan ekspresi frustrasi di kalangan Belanda atas kegagalan mereka untuk membuat Blambangan bekerja sama.

Karena masyarakat Blambangan pada masa itu cenderung menarik diri dari orang baru dan lebih suka mengasingkan diri. Namun, lama kelamaan sikap tersebut mulai luntur dan mulai menerima perubahan zaman.

Pertama adalah runtuhnya kerajaan Majaphit pada masa perang saudara sekitar tahun 1478 M dan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan-kerajaan ini, terutama kerajaan Malaka, mempercepat runtuhnya kerajaan Majapahit.

Setelah menyaksikan keruntuhan, orang-orang Majapahit pergi untuk menyelamatkan diri dan memulai hidup baru. Mereka menyebar ke berbagai daerah seperti lereng Gunung Bromo yang sekarang dikenal dengan suku Tengger, Blambangan yang dikenal dengan suku Osing, dan Bali.

Setelah itu, orang-orang yang mengungsi ke Blambangan mendirikan Kerajaan Blambangan, yang menjadi kerajaan terakhir bergaya Hindu-Budha. Kedekatan sejarah ini terlihat dalam budaya suku Osing yang mendirikan kerajaan ala kerajaan Majapahit.

Masyarakat yang dikenal dengan suku Osing juga percaya bahwa Alas Purwo atau lebih dikenal dengan Taman Nasional Alas Purwo merupakan tempat persembunyian masyarakat Majapahit dari penganiayaan kerajaan Mataram.

Kerajaan Mataram Islam tidak pernah memperluas kekuasaannya dalam sejarahnya untuk mengukuhkan kekuasaannya di kerajaan Blambanagan. Karena faktor inilah masyarakat Osing memiliki budaya yang berbeda dengan masyarakat Jawa, bahkan masyarakat Osing lebih memiliki kemiripan dengan masyarakat Bali. Hal ini terlihat dari kemiripan struktur bangunan dengan rumah adat di Bali.

bahasa

Suku Osing memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Osing. Bahasa ini juga lebih mirip dengan dialek Jawa Kuna dan berbeda dengan dialek Jawa pada umumnya. Seperti penggunaan paran (apa) istun (saya) dan banyak lainnya.

Kekerabatan Suku Osing

Asas utama kekerabatan adalah kekeluargaan. Namun dalam kehidupan sosial tampaknya ada lapisan atau strata.

mata patah

Sebagian besar masyarakat Osing hidup dari pertanian dan perkebunan, sebagian kecil dari PNS, pedagang dan sejenisnya.

memercayai

Pada masa lalu, suku Osing memiliki kepercayaan yang sama dengan masyarakat Majapahit, yaitu menganut agama Hindu-Budha. Namun seiring dengan pesatnya perkembangan kerajaan Islam yang menyebar, hal ini menyebabkan pesatnya penyebaran Islam di kalangan suku Osing yang menerimanya. Namun tidak sedikit masyarakat Osing yang masih memegang teguh kepercayaan nenek moyangnya.

Rumah adat

Rumah adat suku Osing terletak di Desa Kemiren. Rumah adat ini memiliki keunikan, yaitu rumah adat ini tidak boleh dibangun dengan pemandangan gunung, melainkan harus menghadap ke jalan.

Ciri khas rumah adat suku ini adalah atapnya yang memiliki tiga bentuk berbeda. Atapnya disebut Tikel Balung, Csrocogan dan Baresan. Tikel Balung adalah alas atau pondasi sebuah bangunan yang terdiri dari empat atap (bidang).

Model atap Tikel Balungan ini biasanya bisa ditemukan di setiap rumah warga.
Baresan adalah bangunan yang lebih sederhana dari Tikel Balung yang hanya memiliki tiga rabbi, tetapi baseran tidak dapat eksis sebagai satu kesatuan, biasanya baseran dibangun untuk menambah ruang ketika ruang utama tidak cukup atau anggota keluarga bertambah.

Cerocogan merupakan jenis bangunan paling sederhana dari dua bangunan sebelumnya. Cerocogan bukanlah bangunan inti, biasanya Cerocogan digunakan sebagai bangunan dapur atau sebagai bangunan tambahan yang dianggap kurang melindungi rumah.

tradisi

Seperti suku-suku lain yang tersebar di seluruh Indonesia, suku Osing memiliki tradisi unik yang bertahan hingga saat ini.

bahasa asing

Kehidupan sehari-hari masyarakat ini menggunakan bahasa Osing. Mengingat banyak anak muda yang saat ini bahkan tidak tahu bahasa mereka yang biasa. Selain itu, mereka juga memiliki lagu-lagu tradisional sendiri dan tentunya menggunakan bahasa Osing.

Tradisi Gedhogan

Tradisi Gedhgan adalah perkumpulan ibu-ibu yang menumbuk biji-bijian seperti tepung dan beras. Dengan cara ini, pukulan penumbuk menghasilkan suara yang memiliki tempo yang teratur. Dan mengatur nada yang baik.

Meski sangat jarang digunakan, alat tamping ini tetap dilestarikan dan menjadi tontonan bagi wisatawan atau wisatawan yang datang.

Barong Ider Bumi

Tradisi ini bertujuan untuk menolak suku-suku yang datang ke daerah ini. Beberapa waraga membentuk kelompok barongan yang berbaris dari timur ke barat seperti prosesi karnaval. Tradisi ini dilakukan setahun sekali, yaitu setiap hari kedua bulan Syawal.

Uniknya, di tengah arak-arakan, banyak warga yang melempar koin untuk menolak memasuki wilayahnya. Tapi kalaupun koin biasanya bisa terkumpul hingga 15 juta, bahkan lebih.

Tradisi bersih desa

Tradisi pembersihan desa ini dilakukan setelah mereka berhasil memanen hasil pertanian sebagai bentuk rasa syukur mereka. Dalam tradisi ini, masyarakat menghidangkan makanan khas banyuwangi, yaitu pecel pitik. Makanan yang mengandung ayam suwir dan sayur-sayuran diolesi dengan parutan kelapa.

matras

Tradisi kasur Mepe atau kasur kering sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Osing. Biasanya kasur Mepe dibuat oleh banyak orang saat kasurnya basah. Tapi tidak untuk Osinger. Tradisi unik ini biasanya dilakukan oleh Dzulhijjah setiap bulan dan dilakukan bersamaan dengan acara penyelamatan desa.

Masyarakat akan mengeringkan kasur mereka secara bersamaan, percaya bahwa tradisi ini dapat menjaga keharmonisan dan kerukunan keluarga. Uniknya, setiap kasur di desa ini memiliki warna yang sama, yaitu merah dan hitam. Warna ini melambangkan penolakan bala dan kelangsungan kehidupan keluarga.

Main Angklung Paglak

Bermain Angklung Paglak selesai pada awal musim panen. Tujuannya untuk menghibur para petani saat panen raya. Pada saat yang sama, orang-orang menyerukan kepada orang-orang untuk membantu para petani dengan panen. Tradisi ini menjunjung tinggi nilai gotong royong.

alamat

Anda bisa mengunjungi Desa Wisata Osing yang terletak di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur.

Biaya masuk

Harga Tiket Masuk Desa Osing cukup terjangkau, hanya dengan membayar Rp 5.000 saja sudah bisa menikmati wisata di Desa Osing.

perabot

Berbeda dengan tempat wisata lainnya. Tempat wisata ini tidak hanya memiliki fasilitas seperti toilet dan parkir tetapi juga fasilitas untuk berbagai jenis platform yang dapat Anda kunjungi seperti; B. Sanggar tari, yang biasanya menawarkan tarian daerah untuk dinikmati wisatawan.

Selain itu, desa ini juga memiliki penginapan yang bisa Anda sewa. Untuk menyewa penginapan ini cukup membayar Rp 165.000/malam. Penginapan ini berisi 2 orang. Penginapan ini juga memiliki desain rumah tradisional, memberikan Anda perasaan tinggal di rumah tradisional Osing.

QnA

Pertanyaan-pertanyaan berikut berkaitan dengan kehidupan suku asli Banyuwangi:

Kesimpulan

Tempat wisata yang berbeda dengan tempat wisata lainnya adalah Desa Kemiren. Di desa ini, Anda bisa melihat kehidupan sehari-hari suku Osing Banyuwangi yang masih terjaga kelestariannya.

Source: dolanyok.com

Related Articles

Back to top button