Berita Wisata

Bye Beach, wisatawan di Bali cenderung menemukan desa wisata

Jakarta

Tampaknya tren liburan desa wisata juga terjadi di Bali. Pasca pandemi, banyak wisatawan yang memilih berpetualang di desa wisata.

“Sekarang semakin banyak wisatawan yang datang ke Bali dan mereka mencari hal-hal baru, tidak hanya atraksi yang fenomenal tetapi mereka mencari petualangan. Kemudian petualangan ini hanya di desa dan itulah yang dikembangkan oleh saudara-saudara di desa itu. menjadikannya sebagai desa wisata,” kata Manajer Forum Komunikasi Desa Wisata Bali I Made Mendra Astawa seperti dikutip dari Termasuk antaraSenin (01/09/2023).

Meski proses pendataan jumlah kunjungan belum dimulai, Mendra mengatakan wisman yang berkunjung ke desa wisata tersebut paling banyak berasal dari Eropa Timur. Sedangkan kabupaten dengan kunjungan terbanyak adalah Gianyar.

IKLAN

Gulir untuk melanjutkan konten

“Kalau dilihat sama-sama, jelas desa wisata di kawasan Ubud Gianyar yang paling banyak dikunjungi, kemudian Kabupaten Bangli yang banyak air terjunnya, lalu Kota Singaraja,” ujarnya.

“Semua wisatawan mancanegara datang, dan sekarang wisatawan domestik mulai berdatangan,” tambahnya.

Peserta World Tourism Day mengunjungi desa wisata Penglipuran.Peserta World Tourism Day mengunjungi desa wisata Penglipuran. Foto: dok. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Mendra melihat ke depan objek wisata akan semakin diminati, apalagi di tahun 2023 nanti wisata alam, budaya dan buatan yang dikelola langsung oleh masyarakat setempat akan menjadi modal utama.

Sejauh ini, tidak kurang dari 238 desa yang tersebar di Bali telah terdaftar sebagai desa wisata dalam empat kategori, yakni mandiri, berkembang, dan perintis.

Desa wisata itu sendiri dibangun dengan konsep bangunan dari desa, bukan bangunan desa. Dimana penduduk lokal nantinya tidak hanya menjadi penonton tetapi subyek langsung yang mengelola kekayaan yang ada sehingga tidak diperlukan modal yang besar untuk pengembangannya.

“Apa yang ada di desa yang kita kelola. Misalnya jalan raya, melihat sawah, sungai, air terjun, lembah, pura, upacara keagamaan, ini dinaikkan secara maksimal agar biaya rakyat tidak berat,” ujarnya.

Pesona Desa Wisata Sudaji, Buleleng, Bali.Pesona Desa Wisata Sudaji, Buleleng, Bali. Foto: spesial

Mendra juga menjelaskan bahwa 238 desa wisata yang ada di Pulau Dewata memiliki keragaman. Dengan berpetualang di berbagai tempat, ia yakin wisatawan tidak akan pernah berhenti menjelajahi Bali.

Desa Wiasta di Bali juga memiliki tingkatan yang berbeda di antara keduanya, dimana sekitar 70% masih dalam kategori percontohan dan 10 desa wisata telah terdaftar sebagai desa wisata mandiri yang mampu menghidupi masyarakat melalui kedatangan wisatawan.

“Misalnya tidak ada resto tapi ada air terjun atau ada tempat mendaki tapi tidak ada penginapan, padahal ramai pengunjung”, ungkapnya.

“Desa Jatiluwih, Penglipuran, Pemuteran dan Ubud dianggap mandiri. Jika ada upacara atau kegiatan di Ubud justru objek wisata desa wisata yang membiayainya, dan di Jatiluwih hasil kunjungan tersebut diberikan kepada masyarakat untuk menanam atau membeli pupuk,” jelasnya.

Selain biaya masuk desa wisata yang berkisar antara 10.000 hingga 15.000 rupiah, tidak jarang desa wisata menggalang dana dari donasi, apalagi desa yang tidak memungut pungutan, sehingga menurutnya diperlukan manajemen dan sumber daya manusia. memanfaatkan potensi yang ada.

Simak video “Ketenangan Destinasi Wisata Religi di Desa Blimbingsari Jembrana”
[Gambas:Video 20detik]
(pin/wanita)

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button