Berita Wisata

Ditinggalkan oleh penjaja, Kupang sepi, kotor dan terabaikan

Lihat keberadaan Pantai Jayapura Dok II pasca pelarangan penjualan PKL

Pantai Dok II Jayapura adalah salah satu tempat pertemuan favorit di kota Jayapura. Sayangnya, tempat yang memiliki pemandangan menarik ini sering diganggu oleh sampah. Bagaimana kondisi Pantai II pada malam hari? ini laporannya

Laporan: Elfira, Jayapura

Jalan Soa Siu Dok 2 Bawah, Kecamatan Jayapura Utara, Sabtu (16/10) lalu tampak sepi karena matahari baru saja meninggalkan langit saat itu. Memang, sebelumnya tempat ini ramai oleh penduduk setempat yang menghabiskan akhir pekan bersama teman, keluarga atau bahkan kencan dengan kekasihnya sambil menikmati pedagang kaki lima (PKL) ditemani deburan ombak.

Tempat yang berada di seberang kantor Gubernur Papua ini mulai terlihat sepi di malam hari setelah ditinggalkan oleh pedagang kaki lima. Sedangkan yang tersisa saat itu hanyalah tumpukan sampah, material bekas di pinggir jalan sehabis hujan.

Kursi santai yang terlihat kotor dengan jejak kaki orang yang lewat. Sementara itu, beberapa kendaraan diparkir di malam yang gelap.

Di sudut lain, kami melihat seorang ibu duduk dengan anaknya bermain di pasir. Saat penjaja membawa dagangannya, mereka mondar-mandir dan menunggu dipanggil oleh pembeli.

Dian, ibu satu anak, bercerita tentang ketenangan Pantai Dok II. Padahal, tempat ini biasanya ramai, terutama pada malam akhir pekan. Saking ramainya, kata dia, sulit mencari tempat untuk menikmati suasana malam di depan kantor Gubernur Papua. “Sepi, sangat sepi setelah pemerintah melarang orang berjualan di sini,” kata ibu satu anak itu.

Bukan hanya kalem menurut wanita bercadar, tapi juga jorok seolah tidak diurus. “Kalau tidak ada siapa-siapa, tempat ini (kursi geladak) tidak bersih, jadi lebih kotor. Lihat, ada beberapa tumpukan sampah di sana, kursinya becek dan cokelat”, katanya sambil menunjuk ke arah jari telunjuknya. tumpukan sampah menumpuk di trotoar.

Itu juga yang membedakan jika ada pedagang kaki lima yang berjualan. Kupang terlihat bersih. Sebab, penjual umumnya menyediakan tempat sampah. Juga, bayar jasa kebersihan agar ada yang membersihkan lokasi setiap hari.

“Kalau memang tempat ini memang dibuat untuk tempat bersantai, atau tempat pertemuan warga, kemudian dilarang berjualan PKL, lalu apa sih yang ramai di tempat ini?”, tanya warga Dok V.

Menurutnya, dengan melarang PKL berjualan, membuat masyarakat malas datang ke Kupang. Karena orang yang duduk tentunya akan lapar dan haus dan akan membutuhkan snack. Sementara apa yang terjadi sekarang, tidak ada pedagang di tempat ini.

“Biarkan saja PKL berjualan. Karena di Kupang puluhan orang berjualan, ada orang tua yang mata pencahariannya di sini. Jadi kalau mau di PHK tidak tahu orang tuanya dimana. Jual,” ujarnya dikatakan.

Warga lainnya, Yusna, mengaku senang karena Kupang tidak memiliki pedagang. Dengan demikian, semua yang datang tidak akan kesulitan mencari tempat untuk menikmati suasana di depan kantor Gubernur Papua.

“Dulu, ketika tempat ini ramai. Susah cari tempat, sekarang tanpa PKL, mereka bebas duduk di mana saja,” kata ibu dua anak ini.

Yusna sendiri sering menghabiskan malam mingguan di Kupang bersama keluarganya. Meski Kupang sepi tanpa pedagang, dia meminta pemerintah tidak mengotori tempat itu dengan sisa material setelah hujan atau tumpukan sampah.

“Warga harus disadarkan untuk tidak membuang sampah sembarangan, apalagi sudah tersedia tempat sampah,” pintanya.

Sementara itu, Iwan, seorang pedagang asongan, mengeluhkan minimnya pembeli setelah ditinggalkan pedagang kaki lima di luar kantor Gubernur Papua.

“Karena tidak ada PKL di depan kantor gubernur Papua, penghasilan saya berkurang. Tidak ada lagi penjual bakso dan jajanan lainnya, sekarang penghasilan harian saya Rp 100.000. Padahal kalau ada pedagang bisa jual sampai Rp 400.000 sehari,” keluhnya.

Ia juga mengatakan bahwa Kupang saat ini lebih kotor tanpa adanya PKL, seolah terabaikan. “Tidak ada pedagang kaki lima, malah lebih kotor. Karena di sini orang membawa makanan sendiri lalu membuang sampah sembarangan. Pemerintah harus mengembalikan para pedagang kaki lima ke Kupang, agar tempat ini kembali ramai,” harapnya.

Sementara itu, menanggapi tanggapan pemerintah terhadap pembersihan pedagang kaki lima di luar kantor Gubernur Papua, termasuk bekas lokasi PON, pemilik Kopi Djuang Jayapura Reja Prayoga Dumatubun tidak setuju dengan keputusan tersebut.

“Saya sebenarnya kurang setuju dengan keputusan itu. Tapi karena tempat itu gym dan memang tempat itu tidak ada IMB, tidak masalah,” kata Yoga.

Namun, lanjut Yoga, pemerintah juga harus memberikan opsi untuk pindah ke lokasi lain. Mengingat bukan hanya satu tempat usaha yang akan dirugikan, melainkan puluhan bahkan puluhan tempat yang akan dirugikan jika keputusan tersebut diterapkan dengan benar.

“Menurut saya, harus ada win-win solution dari pemerintah terkait,” pungkasnya.***

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button