Berita Wisata

Ekosistem karst Gunung Sewu Gunungkidul terancam • Radar Jogja

RADAR JOGJA – Status Geopark Gunung Sewu di Gunungkidul yang sudah ditandai oleh UNESCO terancam hilang. Hal itu setelah munculnya kebijakan Pengurangan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK). Tepatnya oleh pemerintah Kabupaten Gunungkidul.

Kebijakan ini juga mendapat tentangan dari Koalisi Pemerhati Karst Indonesia. Kelompok ini mengungkapkan penurunan KBAK mencapai 51%. Dari awal sekitar 75.000 hektar menjadi 37.000 hektar.

“Maka hari ini kami berkirim surat kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Menteri ESDM, Badan Geologi dan Kementerian PUPR, karena Pemerintah Kabupaten Gunungkidul berencana untuk mengurangi kawasan bentang alam karst di Kabupaten Gunungkidul,” kata Spologi Indonesia. Perwakilan masyarakat Petra Sawacana menjelaskan dalam pertemuannya di Kompleks Kepatihan Pemprov DIJ, Jumat (25/11).

Petra mengungkapkan, kebijakan ini terbit pada 1 November 2022. Karena itu, dia dan sejumlah aktivis lingkungan langsung menyurati. Diperkuat dengan hasil penelitian dari pertengahan tahun 2010 hingga tahun 2014.

Lampiran ini menjelaskan fungsi-fungsi penting KBAK. Terutama perannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem alam. Sedangkan rencana pemerintah Kabupaten Gunungkidul tidak memasukkan kajian-kajian tersebut.

“Kami tidak mendapatkan kajian ilmiah dasar yang menunjukkan bahwa KBAK harus dirampingkan. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul hanya menyebutkan pembangunan dan ekonomi masyarakat, dalam hal ini pariwisata dan JJLS,” tegasnya.

Menurut kajian yang dilakukan timnya, pengelola pariwisata tidak harus menghilangkan atau mengubah KBAK. Selain itu, kawasan ini ditetapkan sebagai Geopark UNESCO pada tahun 2015.

Penetapan status, lanjutnya, bukan hanya untuk Gunungkidul. Tapi juga terbentang dari Wonogiri, Pacitan, hingga Gunungkidul. Oleh karena itu, kebijakan penataan tidak dapat secara alami menjadi domain tunggal.

“Kategori geopark global network, bisa menjadi ikon kawasan Geopark. Sayangnya, hanya Gunungkidul, kabupaten lain yang tidak mengajukan,” ujarnya.

Ia khawatir kebijakan ini akan mempengaruhi status Geopark oleh UNESCO. Apalagi menurutnya, belum ada kejelasan hukum untuk melindungi kawasan ini. Dia juga melihat potensi eksploitasi.

“Pembangunan tidak harus mengubah bentuk lanskap. Ini karena nilai pariwisatanya bukan pada konstruksinya tetapi pada alamnya,” ujarnya.

Direktur Walhi Hali Hilangnya sandera KBAK akan berdampak pada ancaman kelestarian lingkungan. Ini adalah konsekuensi dari perubahan lahan dan pembangunan besar-besaran. Apalagi tanpa mempertimbangkan kelestarian ekosistem alam.

“Meminta dukungan Gubernur DIY dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Kepala Badan Geologi tidak menyetujui rencana pengurangan luas kawasan bentang alam yang diusulkan pemerintah Kabupaten Gunungkidul”, harapnya (dwi)

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button