Berita Wisata

Gotong royong menghilangkan sampah laut: menebang kayu, memasang ratusan jaring

DENPASAR – Sampah laut seperti monster. Hanya dalam satu bulan, 600 ton sampah laut menyerbu pantai Kabupaten Badung. Tumpukan sampah itu viral di media sosial. Wajar jika Badung menjadi jendela pariwisata Bali dan Indonesia yang menjadi tujuan wisata. Namun, di balik itu sebenarnya ada tangan-tangan tak kenal lelah yang terus membersihkan sampah. Inilah ceritanya.

Pendulum jam menunjukkan arah pukul 08:00. Cuaca cerah membuat matahari panas. Namun, I Nyoman Sutrisno dan puluhan pekerja lainnya dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Badung tak sempat menikmati hangatnya mentari. Mereka sudah bercucuran keringat saat berjibaku dengan sampah dari Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Mengwitani.

Di tempat kerja, “pasukan hijau” dibagi menjadi beberapa kelompok. Kelompok pertama bertugas memilah sampah yang baru saja diangkut dari pantai. Sampah harus dipilah karena bercampur dengan pasir dan plastik. Sedangkan kelompok lainnya bertugas memasukkan kayu gelondongan ke dalam mesin pemotong. Dari pengamatan kayu gelondongan ini, sebagian besar kayu yang dipotong berbentuk gelondongan. Butuh tiga sampai empat orang untuk mengangkatnya. Setelah masuk ke mesin pencacah, kayu langsung direduksi menjadi potongan-potongan kecil seperti bubuk.

Kelompok berikutnya lebih jauh ke utara. Kelompok ini didominasi oleh ibu-ibu. Mereka memilah sampah plastik dan organik seperti sisa sesajen dari rumah. Sampah plastik dikumpulkan dan kemudian dibakar di insinerator khusus yang disetujui oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Dengan suhu 1.000 derajat Celcius, pembakaran sampah dipastikan tidak mencemari udara. Asap yang keluar halus dan berwarna putih, menyerupai uap ketika air mendidih. Insinerator ini beroperasi 24 jam sehari. Sedangkan sampah organik diubah menjadi kompos.

TPST Mengwitani yang berdiri di atas lahan seluas 2,6 hektar ini mendapatkan penghargaan dari Bappenas RI pada 29 November 2022. “Sudah menjadi rutinitas kami di TPST Mengwitani. Sekeras apapun kita bekerja, sampah plastik seakan tidak ada habisnya. Semuanya harus dimulai dari sini (menunjuk ke hati), dari kesadaran,” kata I Nyoman Sutrisno, koordinator TPST Mengwitani yang diwawancarai Selasa (6/12).

Di tempat yang sama, koran ini mewawancarai Anak Agung Gede Agung Dalem, penanggung jawab pembersihan dan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun DLHK Badung DLHK. Pria yang akrab disapa Gung Dalem itu didampingi Wayan Suparni, Kepala Seksi Pengelolaan Sampah. Ia menjelaskan, saat ini TPST Mengwitani hanya mampu menangani 15 ton sampah per hari. Tahun depan, setelah pembangunan kembali PT Juvenile selesai, kapasitasnya akan ditingkatkan menjadi 300 ton per hari.

Lebih lanjut dijelaskan, selama sebulan mulai November hingga awal Desember 2022, DLHK mengangkut 300 truk atau 600 ton sampah pantai. Garis pantai yang terkena dampak musim angin barat (Oktober – April) membentang sepanjang 22 kilometer. Mulai dari Pantai Pererenan, Pantai Canggu, Pantai Kuta, hingga Pantai Jimbaran. Pantai-pantai ini sering dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara untuk menikmati sunset. “Tahun lalu, dari Desember hingga Maret terkumpul 7.000 ton,” kata Gung Dalem.

Gung Dalem mengatakan, sampah yang dikeluarkan dari laut pasti akan menumpuk di pantai selama satu hingga dua hari. Meski DLHK Badung telah mengerahkan ratusan orang sejak pukul 07.00, tak mungkin pantai langsung bersih. “Baru saja kami memungut sampah yang sempat berhenti, dalam hitungan detik ombak kembali lagi,” ujarnya.

Pihaknya juga tidak bisa hanya fokus di pantai, karena ada taman dan jalan yang perlu dibersihkan. Oleh karena itu, sampah-sampah yang terhenti diangkut terlebih dahulu agar tidak mengganggu wisatawan. Setelah truk tiba, diangkat. “Itulah yang membuat sampah menumpuk di pantai. Hanya saja kita miris, kadang tumpukan sampah itu difoto dan difilmkan kemudian diunggah ke media sosial dan kemudian menjadi viral. Kita dibilang tidak bekerja, meskipun kami sekarat, ”katanya.

Disinggung soal penghitungan limbah kayu, Gung Dalem mengatakan itu sebagai upaya penanganan limbah secara tuntas. Limbah kayu potong dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam produk. Misalnya digunakan sebagai sekam untuk campuran kompos. “Ke depan kayu potong ini akan kami gunakan untuk campuran bahan bakar incinerator, sehingga bisa menghemat biaya. Namun, jika ada yang berminat, kami senang, gratis,” jelas pria Klungkung tersebut.

Dijelaskan lebih detail, sampah plastik lainnya dibawa ke TPST Samtaku Jimbaran. TPST yang terletak di Kuta Selatan ini berkapasitas 120 ton per hari. Pengelolaan sampah di TPST Samtaku menggunakan model ekonomi sirkular dan nol sampah ke TPA. “Dengan demikian, sampah dikelola dan dapat dimanfaatkan kembali secara maksimal, sehingga tidak ada yang terbuang di lingkungan maupun di TPA,” kata Gung Dalem.

Gung Dalem mencontohkan, masalah sampah di laut dan di pantai harus diselesaikan di hulu atau di sumbernya di rumah tangga. Semua pihak mulai dari keluarga hingga pemerintah di tingkat desa harus bekerja sama. DLHK melanjutkan sosialisasi di desa-desa hingga malam hari. Memilah dan membawa sampah ke bank sampah dapat mengurangi permasalahan sampah sebesar 15%. “Kalau sudah sampai ke laut, penanganannya lebih mahal dan berbahaya”, jelas pria yang sedang menempuh pendidikan doktor di Universitas Udayana ini.

Hal senada diungkapkan Kepala DLHK Badung, Wayan Puja. Puja mengapresiasi kepedulian kelompok masyarakat atau komunitas yang telah membantu mengelola sampah di pantai. “Banyak penyu yang mati makan sampah, ikan yang terperangkap di sampah juga menunggu waktu (mati). Mari kita jaga laut, karena laut adalah sumber penghasilan,” kata Puja. (maulana sandjaya/menyingkirkan)

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button