Berita Wisata

Hartono Sebut Rusaknya Hutan Primer TNTN Bukan Wilayah BBKSDA Riau – Bicara Soal

PEKANBARU (BICARA) – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau mengakui kerusakan hutan primer di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Pelalawan bukan kewenangannya.

Dimana kawasan hutan primer masih tersisa 13.000 hektar, yang semula mencapai 81.000 hektar.

Pj Kepala BBKSDA Riau, Hartono mengungkapkan, TNTN dan BBKSDA Riau beroperasi secara terpisah. Oleh karena itu, kerusakan yang terjadi di TNTN bukan kewenangan BBKSDA Riau.

“Untuk kerusakan yang terjadi di TNTN itu bukan kewenangan dan domain BBKSDA Riau,” kata Hartono, Jumat (23/9/2022).

Ia melanjutkan, kerusakan hutan primer memang menjadi domain langsung TNTN. “Aula TNTN sudah satu rumah tangga, jadi tidak ada hubungannya dengan BBKSDA Riau,” pungkasnya.

Sebelumnya, Petugas Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Heru Sutmantoro, S.Hut, MM secara blak-blakan menyatakan kondisi terkini yang dialami kawasan TNTN di Kabupaten Pelalawan.

Ia menjelaskan, saat ini hutan primer di kawasan ini hanya menyisakan 13.000 hektare dari total luas 81.000 hektare.

Hal itu disampaikan Heru Sutmantoro, saat diwawancarai CAKAPLAH.com kemarin, terkait keadaan zona TNTN yang akan menjadi penopang paru-paru dunia.

Menurut dia, berdasarkan data satelit yang dilakukan pada akhir tahun 2021, terpantau hutan alam atau hutan primer kawasan TNTN hanya tersisa 13.000 hektare.

“Yang pasti total luas kawasan TNTN 81 ribu hektar dan berdasarkan identifikasi kami, cross check medan dan berdasarkan peta satelit terbaru yaitu akhir tahun 2021 ini menunjukkan ada perubahan. , di mana 41.000 ditanami kelapa sawit atau lebih dari setengahnya dan 28.000 kondisinya diubah.” Area terbuka ditumbuhi semak belukar, 13.000 hutan alam primer. ribu hektar, kondisinya seperti itu, saya masuk setahun dan melakukan identifikasi,” jelas Heru.

Aula TNTN, kata Heru Sutmantoro, berusaha menyelamatkan area ini di atas lapangan. Ada tiga hal yang ditekankan saat ini dalam pengelolaan taman nasional.

Langkah pertama adalah menyelamatkan dan melestarikan hutan yang tersisa. Dimana sisa 13.000 hektar hutan primer harus dijaga dengan baik, tidak boleh ada kegiatan pembalakan liar atau perambahan.

Langkah kedua adalah melakukan upaya penegakan hukum. Upaya penegakan hukum, kata Heru, telah dilakukan berulang kali. Mengenai zona 28 mil yang terdiri dari lahan terbuka yang ditumbuhi semak belukar, pihaknya melakukan kegiatan rehabilitasi atau pemulihan ekosistem dengan menanam pohon bersama masyarakat melalui kemitraan konservasi. Ini sudah dilakukan sejak tahun 2022. Sudah ada rehabilitasi seluas 3.500 hektare dan terus diupayakan pengembangannya.

Tahap ketiga terkait dengan keberadaan sawit yang sebelumnya sudah ada UU Cipta Kerja November 2020, yang kemudian masuk dalam mekanisme pelaksanaan UU ini. Kalau di lahan yang dilindungi aturan, kalau umurnya lima tahun kurang dari lima hektar, itu yang akan diakomodasi.

Saat ini sedang dilakukan upaya-upaya, sebagai pengelola kawasan, untuk mengidentifikasi penguasaan perkebunan kelapa sawit.

“Kami berhasil mengidentifikasi dari 41.000 kebun sawit, 23.000 hektar. Kami mengidentifikasi nama siapa, area apa, di mana lokasinya. Kami akan menawarkan data yang telah diidentifikasi di pusat, di sana Kami akan membahas dan memutuskan yang bertanggung jawab. mengendalikan UUCK,” jelas Heru.

Intinya, tidak ada aturan bahwa minyak sawit disimpan selamanya. Dalam UUCK diberikan waktu 15 tahun sejak berlakunya UU CK. Artinya sawit yang belum masuk UUCK diberikan jangka waktu 15 tahun sejak tanam.

Saat ini, kata Heru, kegiatan restorasi konservasi seluas 3.500 hektare itu tidak menyangkut sawit, seperti melinjo, durian, jengkol, petai, dan lain-lain.

Heru Sutmantoro menambahkan, luas kebun sawit yang teridentifikasi bervariasi, ada yang 5 hektar, 10 hektar bahkan lebih. Apalagi hasil identifikasi yang sudah dilakukan juga diperiksa oleh pihak perusahaan.

“Selain itu, kemarin saya dimarahi, dituduh macam-macam. Kita menghadapi TNTN, bukan menghadapi orang miskin, saya menghadapi orang kaya, orang yang punya uang, orang berpengaruh yang berkuasa, TNTN yang kita hadapi. Jadi susah, jadi kalau Bupati dukung saya juga susah”, harapnya.

Selain itu, di lapangan kemarin, kata Heru, ada oknum salah satu kepala desa di sisa lahan seluas 13.000 hektare, ternyata desa sudah mengeluarkan sertifikat tanah.

“Kemarin saya menulis surat yang meminta kepala desa mencabut SKT yang sudah dikeluarkan,” katanya.

Untuk saran dan memberikan informasi kepada CAKAPLAH.com, silahkan hubungi melalui email: [email protected]

Source: www.cakaplah.com

Related Articles

Back to top button