Berita Wisata

Kasus Pantai Plengkung, pukulan: negara sembarangan menjaga alam liar

Kontras TIMES.COM | Banyuwangi- Fenomena kasus konkretisasi dan hotelisasi di kawasan pantai Plengkung merupakan pukulan telak bagi negara yang telah lalai dalam menjaga kelestarian alam, khususnya kawasan taman nasional Rimba.

Bahkan, dalam kajian Aliansi LSM Peradaban Banyuwangi, gabungan dua LSM LBH Nusantara dan Pendopo Semar Nusantara menyebutkan, saat ini Banyuwangi waspada terhadap tiga ancaman kerusakan alam, mulai dari kerusakan akibat penambangan liar yang akhir-akhir ini menjadi masalah. , penebangan liar di kawasan Rajekwesi dan Gunung Salakan, penambangan emas Gunung Tumpang Pitu dan saat ini hotelisasi dan betonisasi di kawasan pemanfaatan dari kawasan Taman Nasional Alas Purwo.

Melalui surat nomor: 01/ST-Alliance-NGO-BB/LBH-N/PS-N/0I/2023, tanggal 15 Januari 2023, ditandatangani oleh Ketua LBH Nusantara MH Imam Ghozali dan Ketua Pendopo Semar Nusantara Uny Saputra yang memiliki alamat bisnis yang sama: JL. Suseno No. 02 Dusun Krajan RT. 01RW. V Tampo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, ditujukan kepada 12 lembaga negara, menulis di beberapa titik dalam suratnya:

“Jadi bagi kami, ikut serta menjaga kelestarian dan keberadaan Taman Nasional Alas Purwo secara keseluruhan bukan hanya karena peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas tata kelola Taman Nasional Alas Purwo, tetapi bagi kami dan masyarakat Banyuwangi yang memahami pentingnya Nguri-uri dan kepedulian terhadap peninggalan sejarah dan alam, mengingat keberadaan Taman Nasional Alas Purwo sebagai peninggalan sejarah dan peninggalan khazanah peradaban Jawa Dwipa yang harus dilestarikan keaslian dan keistimewaannya,” ujar salah seorang poin dikutip dari isi surat Aliansi LSM Peradaban Banyuwangi, 18/1/22.

UNESCO-PBB menetapkan Taman Nasional Alas Purwo sebagai Cagar Biosfer Dunia

Keberadaan Taman Nasional Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi, pada tahun 2018 oleh Komite Geopark Nasional ditetapkan sebagai salah satu kawasan Taman Bumi atau Taman Geologi (Geopark).

Sementara status Cagar Biosfer Dunia ditetapkan oleh UNESCO untuk Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Wisata Alam Kawah Ijen yang kemudian diberi nama Cagar Alam Blambangan, hal ini dicapai oleh UNESCO pada sesi ke-28 International Coordinating Council (ICC) UNESCO. program MAB (Man and The Biosphere) di kota UNESCO, Lima, Peru, dari tanggal 18 hingga 20 Maret 2016.

Cagar Biosfer Blambangan seluas 678.947,36 Ha yang terbagi menjadi 3 zona yaitu zona tengah seluas 127.855,62 Ha yang meliputi 4 kawasan konservasi yang terdiri dari 3 Taman Nasional (Taman Nasional Helas Purwo, Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Meru Betiri ) dan Cagar Alam Kawah Ijen; zona penyangga seluas 230.277,4 Ha; dan zona transisi (320.814,34 Ha).

Alas Purwo pada masa penjajahan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, meskipun merupakan negara yang menjajah bangsa Indonesia, Belanda tetap berusaha melindungi Alas Purwo dengan memberikannya status Hutan Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan.

Penetapan status hutan suaka margasatwa di selatan Banyuwangi dijabarkan dalam surat keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda nomor 6 stbl 456 tanggal 01 September 1939 dengan luas 62.000 ha.

Masa Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada era kemerdekaan Republik Indonesia, status hutan suaka margasatwa Banyuwangi Selatan kemudian diubah menjadi Taman Nasional Alas Purwo dengan luas 43.420 ha melalui SK Menteri Kehutanan No. 283/Kpts-II . /1992 tanggal 26 Februari 1992 dan pada tahun 2014 ditetapkan dengan luas 44.037,30 Ha dengan SK Menteri Kehutanan nomor: SK.3629/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 6 Mei 2014.

Tujuh Klaim Aliansi Beradab LSM Banyuwangi

Dengan mempertimbangkan aspek kesejarahan dan kearifan lokal dalam tradisi masyarakat Jawa, serta penguatannya
Dengan penetapan oleh UNESCO dan Organisasi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa Taman Nasional Alas Purwo adalah Cagar Biosfer Dunia, aliansi LSM beradab Banyuwangi mendorong perlindungan yang lebih ketat terhadap Taman Nasional Alas Purwo Alas Purwo, dan bukan untuk memodernisasikannya, itu sebabnya mereka mengajukan tuntutan berikut;

  1. Mohon kepada Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk memberikan jaminan dan kepastian hukum agar seluruh kawasan Taman Nasional Alas Purwo tidak berubah sifat alaminya, dan lagi-lagi kurang dialihfungsikan dengan alasan apapun. .
  2. Pembongkaran hotelisasi dan betonisasi di kawasan Pantai Pengkung G-Land, Taman Nasional Alas Purwo.
  3. Masyarakat bebas mengunjungi Pantai Plengkung G-Land, Taman Nasional Alas Purwo, seperti halnya masyarakat bebas mengunjungi Pantai Trianggulasi dan Pantai Kucur, Taman Nasional Alas Purwo.
  4. Meminta Mabes Polri, Kejaksaan RI, KPK dan kementerian terkait untuk bersinergi mengusut tuntas dan menegakkan hukum jika terjadi perubahan di Pantai Plengkung, Taman Nasional Alas Purwo.
  5. Pemanfaatan kawasan Taman Nasional Alas Purwo harus dikelola menurut prinsip keterbukaan dan peningkatan ekonomi masyarakat secara umum.
  6. Pencabutan izin usaha perusahaan atau pengusaha yang masih enggan melakukan usaha pengecoran dan perhotelan di Pantai Plengkung Taman Nasional Alas Purwo.
  7. Menghentikan segala bentuk pembetonan dan perhotelan yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum dan peraturan pemerintah.

Aturan dan hukum terkait

Untuk informasi lebih lanjut, terkait masalah kerjasama pariwisata dan aturan pengelolaan kawasan taman nasional, termasuk penggunaan kawasan di kawasan taman nasional, dapat dikonsultasikan dalam aturan berikut:

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 Tentang: kegiatan wisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

Undang-undang nomor 1 tahun 2014 Perubahan atas undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 21/PERMEN-KP/2018 Tahun 2018 tentang: Tata Cara Perhitungan Batas Pantai.

Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan yang diubah dengan undang-undang nomor 19 tahun 2004 dan undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 tentang Tata Hutan; Perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan; Penggunaan kawasan hutan; tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan dan pemanfaatan hutan; Pengelolaan Perhutanan Sosial; perlindungan hutan; Pengawasan; dan sanksi administrasi, Pasal 42, Pasal 89, Pasal 90 dan Pasal 127.

Desi Dwan

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button