Berita Wisata

Museum Banyuwangi, tujuan wisata edukasi yang penting

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – 12 Oktober diperingati setiap tahun sebagai Hari Museum Nasional. Nah, kali ini mari mengenal dua museum yang menjadi kebanggaan Banyuwangi dan menjadi andalan wisata bertema edukasi. Di sana Anda akan dibawa kerinduan untuk mengetahui seluk beluk terbentuknya bumi hingga sejarah legendaris zaman kerajaan Kota Gandrung.

Mengusung tema “Museum Sebagai Inspirasi Bangsa”, kedua museum ini berdiri kokoh dan indah di lingkungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) yang beralamat di Jalan Jenderal Ahmad Yani 78, Taman Baru, Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi.

Dalam satu kawasan terdapat dua museum yang berbeda, tentunya sangat menarik. Pengunjung dapat menghabiskan banyak waktu menjelajahi mata air bersejarah sekaligus.

Uniknya, kedua museum tersebut memiliki ciri khas masing-masing. Bagaimana? Penasaran, bukan? Mari simak penjelasannya dengan seksama.

Museum Geopark Ijen, Banyuwangi

Museum-Geopark-Ijen-b.jpg

Museum Geopark Ijen Banyuwangi atau biasa disebut dengan Pusat Informasi Geopark atau GIC adalah museum yang menampilkan informasi tentang tanah Banyuwangi mulai dari geologi, kondisi tanah dan keanekaragaman hayati yang dapat Anda temukan jika Anda berkunjung ke sana.

Diresmikan pada November 2018

Saat itu bertepatan dengan penetapan Banyuwangi sebagai geopark nasional. Setelah keputusan itu dikeluarkan, kabupaten yang terletak di ujung timur pulau Jawa itu resmi bergabung dan mendirikan salah satu dari 19 museum Geopark di Indonesia.

Namun, bukan nama Banyuwangi jika tidak kaya akan budaya. Konsep yang diusung adalah rumah adat Osing yang dihiasi bebatuan. Ini adalah perwujudan nyata dari karakteristik yang jelas, untuk menunjukkan bahwa apa yang Anda kunjungi adalah tempat untuk belajar Geopark.

Saat Anda memasuki aula, Anda akan disambut oleh poster cantik dengan penjelasan tentang bagaimana Ijen Geopark terbentuk 33 juta tahun yang lalu.

Untuk memudahkan pembelajaran, museum ini juga disertai dengan model bentuk lahan kawasan Geopark Ijen, diperkuat dengan kumpulan bebatuan dari Geopark sebagai bukti bahwa peristiwa jutaan tahun yang lalu benar-benar ada.

Beberapa koleksi batu dari Banyuwangi seperti batu belerang. Koleksi terbanyak hasil karya museum ini adalah penemuan batu Fosil Foraminifer atau organisasi eukariota uniseluler (Moluska laut) di Alas Purwo juga merupakan cangkang raksasa dari 15 juta tahun yang lalu dengan panjang 80 cm.

Program yang dapat Anda ikuti untuk kunjungan edukasi ke Museum Geopark Ijen adalah: GIC pergi ke sekolah atau Sekolah pergi ke GIC. Dimana, bagi pelajar dan mahasiswa yang ingin belajar, akan difasilitasi dengan adanya bioskop mini dan dukungan audiovisual.

“Jadi bisa belajar bagaimana sejarah tanah khususnya Banyuwangi di Museum Geopark Ijen dengan bukti batuan dan penjelasan detail langsung dari para ahlinya,” kata ketua harian Geopark Ijen Banyuwangi sekaligus kurator Museum Geopark, Abdillah Baraas. , Rabu (12/10/2022).

Museum Blambangan

Museum-Geopark-Ijen-a.jpgMuseum Blambangan. (Foto: Anggara Cahya/TIMES Indonesia)

Yah, itu berbeda lagi Museum Blambangan Banyuwangi sendiri berdiri pada tanggal 25 Desember 1977 yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur saat itu, Soenandar Prijosoedarmo di Pendopo Banyuwangi, sebelum akhirnya dipindahkan ke Disbudpar Banyuwangi pada tahun 2004-2005.

Ada sekitar 4.000 koleksi, mulai dari koleksi prasejarah, Hindu, Budha hingga modern. Selain sebagai tempat penyimpanan artefak kuno bersejarah, Anda yang datang juga mendapatkan wawasan baru tentang peradaban kerajaan di Tanah Blambangan.

Mahakarya paling epik di Museum Blambangan adalah Lingga Yoni dan Stupikanya yang unik. Stupika umumnya digunakan untuk persembahan kepada Buddha oleh umat Buddha di masa lalu, tetapi temuan Banyuwangi tidak hanya digunakan untuk persembahan tetapi juga sebagai sarana kematian.

Tidak hanya peninggalan sastra Stupika dan Lingga Yoni seperti Lontar Yusuf, mebel zaman kerajaan, keris, perak tua, peninggalan kolonial dan replika rumah adat Osing bisa dijadikan foto vintage bagi para pemburu gambar.

“Beberapa koleksi sudah terdaftar di Cagar Budaya Nasional, sehingga harus dijaga dengan baik, karena barang-barang tersebut merupakan bukti sejarah,” kata Bayu Ari Wibowo, pendidik dan kurator Museum Blambangan.

Pameran arkeologi adalah tempat untuk menarik minat masyarakat, tidak hanya untuk kunjungan pendidikan, tetapi juga sebagai tempat bagi kita untuk lebih menghargai benda-benda kuno atau antik sebagai bukti sejarah jika kita pernah ada.

Kesan masyarakat bahwa museum adalah tempat lama, namun dengan kemajuan museum sebagai tempat wisata, dibalut dengan konsep yang apik sebagai tempat untuk foto-foto, merupakan ide baru.

**)

Dapatkan update berita pilihan dari TIMES Indonesia setiap hari dengan bergabung di grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan daftar. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di ponsel Anda.

Source: www.timesindonesia.co.id

Related Articles

Back to top button