Berita Wisata

Ritual Nyelametang Gumi, bagaimana petani Kebon Ayu menghargai alam

F- NYELAMETANG GUMI : Pawai dulang dalam ritual Nyelametang Gumi di Desa Kebon Ayu, Kecamatan Gerung. (Igit/Radar Lombok)

Setiap tahun, petani di Desa Kebon Ayu, Kecamatan Gerung, melakukan ritual “nyelametang gumi”. Mereka berdoa melalui ritual tradisional dan keagamaan sebagai rasa syukur atas hasil panen yang melimpah dan mulai bercocok tanam lagi. Kemakmuran hanya akan tercipta jika manusia dan alam saling menghormati sebagaimana yang Tuhan perintahkan. Jika tidak ada, bencana terjadi.

Hujan mengguyur sejak siang, Rabu (16/11). Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat ibu-ibu Kebon Ayu yang melakukan arak-arakan dari desa menuju sawah tempat ritual dilakukan sekitar pukul 16.00 WITA. Mereka membawa persembahan makanan di atas nampan. Beberapa dibuat khusus. Ada iringan perkusi tradisional. Di antara mereka ada beberapa turis yang ikut berbaur, menikmati ritual ini sambil mengabadikan momen. “Hujan ini berkah. Tanda kemakmuran,” kata Ramli, Kepala Dusun Penarukan Lauk, Desa Kebon Ayu, kepada Radar Lombok.

“Nyelametang gumi” merupakan ritual tahunan masyarakat setempat yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, yang telah dilaksanakan secara rutin selama puluhan tahun. Tahun ini, tradisi tersebut dirangkai dengan peringatan satu tahun Desa Kebon Ayu berstatus desa wisata yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Di Lombok Barat terdapat puluhan desa wisata dengan keunikan wisatanya masing-masing, salah satunya adalah Kebon Ayu. Ritual tersebut dilakukan di Pusat Wisata Kuliner Melon Emas.

Di lokasi, para petani mempersembahkan zikir dan doa. Ada pula ritual memotong ayam sebagai simbol persembahan kepada alam. Setelah itu dilanjutkan makan bersama. Pagi hari sebelum acara puncak, ada “tujak ragi beleq”. Ini sepenuhnya dilakukan oleh petani. Setelah sekian lama bergelut di ladang, mereka menyempatkan diri berkumpul untuk berterima kasih kepada alam. “Seperti minta maaf kepada alam. Setelah ritual ini, kita akan mulai bercocok tanam,” kata H. Abdullah Fahri, ketua kelompok tani setempat menjelaskan sejarah ritual ini di hadapan para tamu.

Ia menjelaskan, kemakmuran hanya akan tercipta jika manusia dan alam saling menghormati dan peduli. Maka akan ada keseimbangan. Jika manusia dan alam tidak saling menjaga, maka terjadi ketidakseimbangan. Perwujudannya adalah bencana alam seperti banjir, tanah longsor, atau bisa juga kelaparan akibat gagal panen. Jadi menurutnya, ritual ini penting. “Tidak ada yang pernah meremehkan ritual seperti ini. Akhirnya ketika pertanian gagal. Jadi bapak ibu, ritual ini akan selalu ada di desa kami,” katanya.

PARADE: Mengenakan pakaian adat, ibu-ibu Kebon Ayu berarak menuju sawah tempat berlangsungnya ritual Nyelametang Gumi. (Igit/Radar Lombok)

Ritual nyelametang gumi dihadiri Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid, Ketua DPRD Lombok Barat Hj. Nurhidayah, serta para pelaku pariwisata yang selama ini fokus pada pengembangan desa wisata. Bupati H. Fauzan Khalid mengapresiasi event budaya yang lahir dan berkembang di komunitas petani ini. Secara umum, Fauzan mengaitkannya dengan upaya serius Pemerintah Kabupaten Lombok Barat untuk mendorong pengembangan desa wisata. Kebon Ayu merupakan salah satu desa yang mendapat bantuan serius dalam beberapa tahun terakhir. Desa ini memiliki banyak potensi wisata mulai dari kekayaan seni budaya hingga wisata kreatif yang digagas oleh anak muda setempat. “Saya berharap Kebon Ayu semakin mengembangkan pariwisatanya. Tradisi ini juga bisa masuk dalam kalender event wisata Lobar. Tahun depan, saya ingin Kebon Ayu mewakili Lombok Barat di acara ADWI yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata,” kata Fauzan. .

Masalah kemiskinan

Sebagian besar penduduk Kebon Ayu adalah petani. Masalah yang jelas, dan juga ditemukan di desa-desa agraris lainnya, adalah kemiskinan. Separuh dari penduduknya tergolong miskin. Kondisi ini merupakan tantangan yang membutuhkan solusi.

Misalnya, petani lokal belum mengelola lahannya secara maksimal melalui berbagai pola tanam. Petani di desa ini kebanyakan hanya menanam beberapa jenis tanaman utama dan minor. Akibatnya, mereka tidak bisa menangkap peluang pasar.

Sumber daya petani juga harus ditingkatkan. Beberapa anak muda dari desa ini memilih bekerja sebagai buruh migran. Tujuan paling populer adalah Malaysia. Di luar negeri, mereka bekerja sebagai buruh sawit dan lain-lain. Luas dan suburnya zona pertanian tidak membuat mereka menetap di desa. “Ini tantangan kami. Oleh karena itu, dengan adanya wisata kebun melon ini, kami ingin mengedukasi para petani, bahwa ladangnya tidak hanya bisa ditanami padi, tetapi juga tanaman lain yang dibutuhkan pasar mendesak, seperti melon,” ujar dia. Kepala Desa Kebon Ayu, Jumarsa, beberapa waktu lalu pada suatu kesempatan.

F-HAPUS: Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid menyampaikan sambutan.

Kini wisata melon emas selalu ramai dikunjungi wisatawan, terutama di akhir pekan. Saat panen tiba, desa mengemasnya dalam perjalanan yang terorganisir. Pengunjung datang langsung untuk memetik buah melon tersebut. Mereka juga dapat menikmati berbagai kuliner yang disediakan oleh pengelola wisata. Kehadiran tempat wisata baru ini menjadi berkah ekonomi bagi penduduknya.(Rasinah Abdul Igit)

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button