Berita Wisata

Sarwidi, mantan pemburu menjadi penyelamat penyu

  • Sarwidi adalah mantan pemburu penyu yang kini menjadi aktivis konservasi penyu di Pantai Pelangi, Bantul, Yogyakarta. Selama 12 tahun, dia secara sukarela menyelamatkan ribuan bayi yang baru lahir
  • Sarwidi aktif mengajak warga sekitar untuk merawat penyu. Ia kerap mengajak anak-anak yang tinggal di sekitar pantai untuk ikut melepaskan tukik ke laut.Sarwidi juga rela mengganti setiap telur penyu yang ditemukan warga sekitar seharga dua ribu rupiah. Ia pernah mengganti 700 butir telur penyu seharga Rp 1,4 juta.
  • Kegiatan konservasi penyu Sarwadi didukung penuh oleh keluarganya. Bahkan Nugroho (55), nelayan asal Kotagede, Kota Yogyakarta, aktif terlibat dalam kegiatan konservasi penyu.
  • Kiprah Sarwidi dalam konservasi penyu telah menarik perhatian banyak pihak, terutama kalangan muda dan beberapa perusahaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) mereka. Antara lain DKP dan BKSDA Pemprov DIY, serta komunitas 4K Yogyakarta.

Setiap sore, jika tidak banyak hujan, Sarwidi (57) akan menyusuri pantai dengan sepeda gunungnya sampai melihat rumpun udang hijau yang dahannya lebat dan menggantung rendah. Sarwidi mematahkan dan mengumpulkan ranting-ranting itu untuk dibawa pulang dan diberikan kepada kambing-kambingnya.

Usai memasukkan dahan ke dalam sangkar, Sarwidi kembali ke pantai untuk mengumpulkan kayu apung. Di antara sekian banyak penduduk pantai, hanya dia yang masih menggunakan kayu untuk memasak.

“Kalau pakai gas harus keluar uang Mas,” jawabnya saat saya tanya kenapa memilih barang yang disediakan alam.

bunga bakung : Inisiatif Anas dan Harapan Baru untuk Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang

Sarwidi mengikat seikat dahan cemara untuk dimakan kambingnya. Foto: Finlan Adhitya Aldan/Mongabay Indonesia

Pria yang akrab disapa Min ini lebih memilih bersusah payah mengumpulkan daun, dahan dan kayu sendiri daripada membeli pakan kambing dan bensin di toko karena harus menghitung pengeluarannya dengan cermat.

Sarwidi bukanlah penghuni pantai biasa. Dialah yang memulai kegiatan konservasi penyu di Pantai Pelangi, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Ribuan tukik selamat dari perburuan berkat usaha mereka. Sarwidi telah terlibat dalam kegiatan ini selama dua belas tahun dan dia mengaku melakukan semuanya atas dasar sukarela.

Memang sebelum menjadi penyelamat penyu, Sarwidi adalah seorang pemburu seperti kebanyakan penduduk pesisir Bantul. Dikatakannya, dulu daging dan telur penyu merupakan salah satu sumber pangan lokal yang utama.

“Jadi aneh waktu itu. Warga di sini Tidak kotak tertangkap ikan padahal tinggal di dekat laut, yang mudah ditangkap penyu dan telurnya,” kata Sarwidi sambil menghisap puntung rokok.

Suatu malam di tahun 2009, Sarwidi bermimpi seorang wanita laut memintanya menjadi penyelamat penyu. Sarwidi mengenang mimpi itu sebagai wahyu. Mendengar kisahnya, saya jadi teringat sosok Nyi Roro Kidul, Ratu mistis Laut Selatan Jawa yang tinggal di kedalaman Samudera Hindia.

baca juga: Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat: Pejabat dan Pelajar Suka Makan Telur Penyu (Bagian 1)

Ruang depan rumah Sarwidi yang sering ia tiduri. Foto: Finlan Adhitya Aldan/Mongabay Indonesia

Sebulan kemudian, ia menemukan sarang penyu yang berisi puluhan telur. Sebagian telur digunakan untuk konsumsi sehari-hari. Namun, dia mencoba menginkubasi beberapa yang lain. Anehnya, telur-telur itu berhasil menetas. Tukik yang baru lahir itu kemudian dilepas Sarwidi untuk kembali ke laut.

Selama dua belas tahun, Sarwidi berpatroli di sarang penyu selama musim pendaratan, dari April hingga September. Setiap malam, dia menempuh jarak delapan kilometer dalam kegelapan total.

Jumlah telur yang dipelihara Sarwidi semakin banyak dan ia mulai berpikir untuk mengajak orang-orang di sekitarnya untuk melindungi penyu atau setidaknya tidak memakannya.

Strategi konservasi

Sarwidi punya berbagai strategi untuk mengajak warga sekitar merawat penyu.

Ia kerap mengajak anak-anak yang tinggal di sekitar pantai untuk ikut melepaskan bayi yang baru lahir ke laut.Gagasan Sarwidi adalah untuk mengedukasi generasi muda yang belum terkekang oleh anggapan bahwa penyu adalah makanan sehari-hari mereka.

Ia juga berharap agar anak-anak yang diajaknya bisa bercerita kepada teman dan anggota keluarganya.

Bagi orang dewasa, Sarwidi memiliki pendekatan lain yang membutuhkan lebih banyak pengorbanan. Ia siap mengganti setiap telur penyu yang ditemukan penduduk setempat dengan harga dua ribu rupiah.

Saya tidak mengira harganya setinggi itu sampai saya mengetahui bahwa sarang penyu dapat menampung lebih dari seratus telur. Tak jarang Sarwidi harus merogoh kocek ratusan ribu rupiah untuk mengganti telur seseorang. Suatu hari, ia bahkan harus menjual kambingnya untuk mengganti 700 butir telur setara dengan nilai nominal Rp 1,4 juta.

“Ketika dia datang, saya bilang saya tidak punya uang. Jadi saya menyuruhnya menunggu sampai besok. Saya dulu jual kambing buru-buru ganti telur. Susah juga Mas, karena siapa yang mau beli kambing saat pandemi? Sarwidi mengatakan ketika ditanya bagaimana dia mengganti telur itu.

Itu sebabnya Sarwidi harus menghitung pengeluarannya dengan ketat. Penghasilannya tidak hanya dibagi antara dia dan keluarganya, tetapi juga untuk menyelamatkan telur penyu.

baca juga: Komitmen pelestarian penyu di tengah pandemi di Cilacap

Dua dari tiga penyu diasuh oleh Sarwidi. Kura-kura buta lainnya ada di tangki terpisah. Foto: Finlan Adhitya Aldan/Mongabay Indonesia

Selain mengganti telur, penghasilan Sarwidi juga dibagi tiga ekor penyu yang tidak dilepasnya, yang semuanya berjenis penyu lekang (Lepidochelys olivacea). Sarwidi harus diberi makan dua kali sehari dan mengganti air dua kali seminggu. Masing-masing membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Sarwidi memahami bahwa kura-kura adalah hewan yang dilindungi dan secara hukum tidak boleh ada yang diizinkan untuk membiakkannya. Namun, dia berpendapat bahwa aturan tersebut tidak selalu ideal untuk penerapan langsung di lapangan.

“Yang ini buta, Mas. Digigit oleh bayi baru lahir lainnya saat masih kecil. Jika saya melepaskannya, bisakah dia hidup sendiri? Sarwidi memutuskan untuk tidak melepaskan ketiga penyu tersebut saat menetas karena dikhawatirkan tidak dapat bertahan hidup di alam liar.

Apalagi, ia melihat penyu sebagai sarana edukasi bagi wisatawan. Dari situ, tak jarang menerima sumbangan dari pengunjung nasional maupun mancanegara. Uang itu digunakan Sarwidi untuk melanjutkan kegiatan konservasi rintisannya.

baca juga: Loyalitas Pokmaswas Jalur Gaza, Flores Timur Lakukan Konservasi Penyu

Sarwidi membersihkan cangkang penyu yang dia rawat. Foto: Finlan Adhitya Aldan/Mongabay Indonesia

Dukungan dari keluarga dan teman

“Ya, ibu yang beruntung Mendukung. Dia mengerti bahkan jika saya harus menjual kambing untuk kura-kura. Kalau tidak, kita sudah lama selesai,” kata Sarwidi ketika saya menanyakan pendapat keluarganya tentang kegiatan konservasi penyu.

Harwanti, istri Sarwidi, mendukung penuh kegiatan konservasi suaminya. Dia berkontribusi pada pendapatan keluarga dengan menjalankan kios di rumah mereka. Bangunan sederhana milik keluarga ini didesain sebagai tempat peristirahatan para pengunjung, baik turis, pelajar yang membawakan acara, maupun orang yang menaruh dupa di tengah malam.

Namun, pengunjung yang pasti mengisi rumahnya setiap hari selama 24 jam adalah para pemancing karena Pantai Pelangi adalah tempat memancing yang sangat populer. Mereka menggunakan gedung di sebelah rumah Sarwidi sebagai markas mereka.

Sarwidi mengajak rekan-rekan nelayannya untuk berpartisipasi dalam konservasi penyu. Dia menyarankan mereka untuk segera menghubunginya jika mereka menemukan penyu mendarat saat memancing.

Nugroho (55), nelayan asal Kotagede, Kota Yogyakarta, bahkan aktif terlibat dalam kegiatan konservasi penyu. Pria yang akrab disapa Balung ini selalu berada di Pantai Pelangi setiap kali musim pendaratan penyu tiba. Ia berbagi tugas dengan Sarwidi dalam melakukan patroli. Jika Sarwidi ke barat maka Nugroho ke timur.

“Saya tidur di sini selama enam bulan secara sukarela. Yang penting penyu lestari,” kata Nugroho.

bunga bakung : Kesetiaan Pedan Wutun terhadap konservasi penyu

Nugroho meninjau sarang semi alami tempat telur penyu menetas dengan aman. Foto: Finlan Adhitya Aldan/Mongabay Indonesia

Segala upaya Sarwidi dan orang-orang yang membantunya tentu tidak sia-sia. Tekad mereka untuk melestarikan penyu telah menarik perhatian banyak pihak, terutama kaum muda dan beberapa perusahaan melalui program tersebut tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) mereka.

4K Yogyakarta adalah salah satu komunitas konservasi penyu yang paling aktif. Komunitas ini beranggotakan anak-anak muda yang ingin mendukung program konservasi Pantai Pelangi.

Di antara instansi pemerintah, Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) bersama Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi mendukung pembentukan Kelompok Pelestari Pantai Pelangi sebagai salah satu dari empat program kerja masyarakat (Pokmas) yang berfokus pada kura-kura. kegiatan konservasi di sepanjang pesisir Kabupaten Bantul.

Untuk mendukung kegiatan Kelompok Pelestari Pantai Pelangi, kedua instansi pemerintah ini sering memantau dan membantu kegiatan konservasi.

Area seluas 133,32 hektar juga telah ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K). Pantai Pelangi dan rumah Sarwidi berada di sana.

Seiring dengan berdirinya KKP3K, instansi pemerintah memberikan bantuan kepada Kelompok Pelestari Pantai Pelangi, terutama dalam hal mendapatkan fasilitas dan pendampingan. Badan ini terlibat dalam penyediaan berbagai peralatan konservasi, mulai dari penetasan semi alami, ATV, hingga monumen penyu sebagai penanda lokasi konservasi penyu.

Sarwidi membawa ATV yang difasilitasi DKP untuk mengangkat pompa ke pantai saat hendak mengganti air di bak penyu. Foto: Finlan Adhitya Aldan/Mongabay Indonesia

Saat ini, Kelompok Pelestari Pantai Pelangi dan 4K Yogyakarta berambisi mengembangkan kegiatan ekowisata berbasis konservasi penyu. Bagi Sarwidi, ekowisata merupakan langkah penting bagi kegiatan konservasi Pantai Pelangi.

Kegiatan ekowisata setidaknya memberikan dua manfaat bagi Kelompok Pelestari Pantai Pelangi. Yang pertama adalah penyebarluasan pendidikan konservasi penyu kepada masyarakat umum. Kedua, ekowisata dapat menjadi fokus utama tuntutan operasional konservasi agar konservasi penyu dapat terus berlanjut. Lanjutan.

Sarwidi sambil menyaksikan proses penggalian sumur pengganti air seperti kura-kura. Foto: Finlan Adhitya Aldan/Mongabay Indonesia

*Finn Adhitya Aldan, jurnalis lepas yang berbasis di Yogyakarta

Bantul, ekologi pesisir, unggulan, hutan bakau, konservasi satwa, pantai pelangi, penyu, pemancingan laut, pemancingan tangkap, satwa dilindungi, satwa laut, yogyakarta

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button