Berita Wisata

Waspadalah terhadap pantai | Berita Malang Hari Ini | Malang Posco Media

MALANG POSCO MEDIA – Berhati-hatilah saat pergi ke pantai. Cuacanya tidak bersahabat. Hujan deras, angin kencang disertai gelombang tinggi mengancam. Sejumlah pengunjung pantai terlihat tidak antusias meski sedang dalam masa liburan sekolah.

Pengelola objek wisata pantai kini meningkatkan kewaspadaan. Contohnya adalah pantai Balekambang. Staf Perumda Jasa Yasa Kabupaten Malang, Sudjono mengatakan, pihaknya sudah mengantisipasi hal tersebut. Selain menyiapkan petugas di seluruh pelosok pantai, pihaknya juga mengimbau pengunjung untuk selalu berhati-hati saat bermain di pantai. “Kalau kondisi ombak besar, minta mereka (pengunjung) segera berhenti,” ujarnya.

Di sisi lain, wisatawan juga tampak lebih berhati-hati saat berkunjung ke pantai. Tidak ada puncak pengunjung. Selama musim liburan mulai 25 Desember hingga Rabu (28/12), tidak ada arus masuk wisatawan. Hanya sekitar 200 pengunjung. Di sisi lain, jumlah pengunjung mengalami penurunan dibandingkan sebelum pandemi 2019.

Sudjono mengatakan sepinya pengunjung ke Pantai Balekambang karena faktor cuaca. Pasalnya, saat musim liburan sekolah, kawasan Pantai Balekambang terus diguyur hujan deras disertai angin kencang.

Kondisi yang sama juga terlihat di Pantai Kondang Merak. Jumlah wisatawan yang datang hanya sekitar belasan orang. “Cuaca adalah faktor utama bagi pengunjung untuk bersantai. Apalagi, kata BMKG akhir tahun ini terjadi kondisi cuaca ekstrem sehingga menimbulkan bencana hidrometeorologi,’ kata Edi Dwi Purnomo, Wakil Presiden LMDH Wonoraharjo yang mengelola pantai Kondang Merak.

Dia tidak membantah informasi dari BMKG. Kawasan pantai Kondang Merak setiap hari diguyur hujan deras disertai angin kencang. Gelombang lautnya tinggi. “Gelombang laut setinggi 2 meter,” katanya.

Bagi wisatawan yang sudah terlanjur datang, kata Edi, diimbau untuk selalu berhati-hati. Demi keselamatan, pihaknya menggandeng relawan, tim SAR dan relawan PMI untuk terus melakukan patroli.

Hal itu juga disampaikan Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Purwodadi, Mukhlis Bowele. Ia menyebutkan, kondisi cuaca ekstrem yang terjadi menyebabkan penurunan jumlah wisatawan secara drastis. Bahkan jalur penyeberangan dari Pantai Lenggoksono ke Banyu Drop untuk sementara dihentikan karena ombak besar.

“Di Pantai Wediawu, selancar juga tidak memungkinkan karena ombaknya terlalu tinggi. Sedangkan di Bowele sendiri menjadi perjalanan yang terorganisir,” katanya.

Kondisi iklim ini tidak hanya berdampak pada penurunan jumlah wisatawan. Namun juga berdampak pada kegiatan penangkapan ikan. Sejak gelombang besar terjadi, para nelayan belum melaut, di pantai Lenggoksono, ada sekelompok nelayan. Jumlah perahu adalah 100 unit. Semua kapal ditambatkan, yaitu tidak aktif sejak pertengahan Desember 2022.

“Kondisi cuaca seperti ini, dengan gelombang air laut mencapai 2-2,5 meter, nelayan memilih tidak melaut. Mereka memilih bertani atau melakukan pekerjaan lain,” kata Mukhlis.

Katanya, cuaca ekstrem ini disebut nelayan angin barat. Hasilnya gelombang pasang, gelombang laut tidak bersahabat.

“Kalau harus melaut, risikonya sangat tinggi. Jadi nelayan memilih pekerjaan lain,” ujarnya.

Hal ini juga dibenarkan oleh Eko Wahyudi, nelayan asal Pantai Lenggoksono. Dihubungi Malang Posco Media, dia mengaku sudah seminggu lebih tidak melaut karena kondisi ombak besar. Untuk menghidupi keluarganya, ia memilih bercocok tanam atau menarik ojek. “Bahkan melaut, yang pasti tidak banyak ikan yang sangat riskan,” ujarnya.

Ketiadaan nelayan melaut juga terjadi di pantai Kondang Merak. Di pantai ini ada sekitar 30 perahu yang tertambat sejak pertengahan Desember akibat tingginya gelombang. “Gelombang lautnya tinggi,” kata Agus, salah seorang nelayan.

Agus mengatakan, kondisi tersebut bukan yang pertama kali terjadi. Setiap tahun ada musim ini. Nelayan memilih bekerja sebagai petani. “Nelayan di sini tidak hanya mencari ikan. Tapi mereka juga berkultivasi. Sehingga pada musim seperti ini, mereka tidak melaut, tapi hanya bertani, atau serabutan,” ujarnya.

Sementara di Pantai Sipelot juga sama. Selain minimnya pengunjung, para nelayan memilih untuk tidak melaut dan memilih bertani atau serabutan. Hal itu disampaikan Kepala Desa Pujiharjo, Kecamatan Tirtoyudo, Hendik Arso, sembari mengatakan nelayan di pantai Sipelot berjumlah 350 orang.

“Ada air pasang. Air pantai meluap ke daratan. Tinggi gelombang sekitar 3 meter. Ini yang membuat nelayan tidak bisa melaut. Tapi mereka tetap bekerja, terutama pertanian atau pekerjaan lain,” ujarnya. Kata Hendik, kondisi ini terjadi setiap tahun, para nelayan juga sangat paham, sehingga saat tidak melaut, mereka tetap bekerja.

Sementara itu, informasi dari stasiun cuaca BMKG Kelas 1 Juanda Sidoarjo menunjukkan bahwa saat ini merupakan puncak musim hujan. Potensi cuaca ekstrim dapat menyebabkan bencana hidrometeorologi, dan pasang bulan purnama dapat menyebabkan banjir rob. Ketinggian gelombang pada akhir tahun 2022 akan mencapai 2,5 meter hingga 6 meter. (pergi/van)

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button