Berita Wisata

Wisatawan mencari aktivitas petualangan di desa wisata Bali

Jumlah turis asing terbanyak yang berkunjung ke desa wisata tersebut berasal dari Eropa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR – Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata Bali I Made Mendra Astawa mengatakan, pascapandemi, wisatawan yang datang ke Bali mulai mencari aktivitas baru berupa wisata petualangan desa.

“Saat ini semakin banyak wisatawan yang datang ke Bali dan mereka mencari hal baru, tidak hanya atraksi yang fenomenal, tetapi mereka mencari petualangan. Kemudian petualangan ini hanya di desa dan inilah saudara-saudara di desa tersebut. berkembang menjadi desa wisata,” kata Mendra di Denpasar, Jumat (6/1/2023).

Meski belum memulai proses pendataan jumlah kunjungan, Mendra mengatakan wisman yang berkunjung ke desa wisata tersebut paling banyak berasal dari Eropa Timur. Sedangkan kabupaten dengan jumlah kunjungan terbanyak berada di Gianyar.

“Kalau dilihat sama-sama, jelas desa wisata di kawasan Ubud Gianyar yang paling banyak dikunjungi, lalu Kabupaten Bangli yang banyak air terjunnya, kemudian Kota Singaraja. mulai masuk,” ujarnya.

Mendra melihat ke depan, objek desa wisata akan semakin diminati, apalagi di tahun 2023 mendatang wisata alam, budaya, dan buatan yang dikelola langsung oleh masyarakat setempat akan menjadi modal utama. Sejauh ini, tidak kurang dari 238 desa yang tersebar di Bali telah terdaftar sebagai desa wisata, dengan empat kategori yakni mandiri, maju, berkembang dan perintis.

Desa wisata itu sendiri dibangun dengan konsep bangunan dari desa, bukan bangunan desa. Dimana masyarakat lokal tidak hanya menjadi penonton, tetapi subyek langsung yang mengelola kekayaan yang ada, sehingga tidak diperlukan modal yang besar untuk pengembangannya.

“Yang ada di desa yang kita kelola. Misalnya jalan raya, melihat sawah, sungai, air terjun, lembah, pura, upacara keagamaan, ini dinaikkan secara maksimal agar biayanya tidak berat,” kata Mendra.

Mendra mengatakan, 238 desa wisata yang ada di Pulau Dewata memiliki keragaman. Dengan berpetualang di berbagai tempat, ia yakin wisatawan tidak akan pernah berhenti menjelajahi Bali.

Desa wisata Bali juga memiliki tingkatan yang berbeda-beda, kata dia, di mana sekitar 70 persen masih kategori percontohan. Sementara itu, tidak lebih dari 10 desa wisata yang telah terdaftar sebagai desa wisata mandiri yang mampu menghidupi masyarakat melalui kedatangan wisatawan.

“Misalnya tidak ada resto tapi ada air terjun, atau ada tempat mendaki tapi tidak ada penginapan, padahal ramai dikunjungi. Desa Jatiluwih, Penglipuran, Pemuteran dan Ubud dianggap mandiri. Ubud, kalau Ada upacara atau kegiatan, atraksi datang dari desa, pariwisata yang membiayai, di Jatiluwih hasil kunjungan diberikan kepada masyarakat untuk menanam atau membeli pupuk,” jelasnya.

Selain biaya masuk desa wisata yang bervariasi mulai dari Rp 10.000 hingga 15.000, tidak jarang desa wisata menggalang dana melalui donasi, terutama desa yang tidak memungut biaya. Untuk itu, menurut Mendra, dibutuhkan manajemen dan sumber daya manusia untuk memanfaatkan potensi yang ada.

sumber: ANTARA

Source: news.google.com

Related Articles

Back to top button